Selasa, 07 Januari 2020

Rapor Ekonomi Nasional Tahun 2019


Kondisi global mempengaruhi ekonomi dunia
.
Lingkungan ekonomi global dan geopolitik masih dinamis sepanjang tahun 2019. Mulai dari proses Brexit pada awal Januari yang belum selesai hingga akhir tahun, disambung demonstrasi di Hongkong pada bulan Maret. Restrukturisasi utang Argentina dan penyerangan fasilitas minyak Aramco di arab Saudi hingga drama pemakzulan Trump sebagai Presiden oleh DPR AS.
.
Dinamika tersebut berpengaruh pada kinerja ekonomi beberapa negara di dunia, termasuk negara-negara mitra dagang Indonesia. Sang negara adidaya pun tidak lepas dari dampak tersebut, sepanjang tahun 2019 tren pertumbuhan ekonominya terus membumi hingga menyentuh 2,1 di akhir kuartal III. Negara tetangga seperti Singapura bahkan hanya sanggup tumbuh 0,7 dan Thailand di angka 2,4.
.
Perlambatan ekonomi global, sebagaimana World Economy Outlook yang diprediksi dan direvisi dibulan April, memaksa negara-negara di dunia (termasuk negara maju) bereaksi dengan kebijakan moneter yang rileks dan ekspansif. Hal itu terlihat dari kebijakan penurunan suku bunga, yang semakin menegaskan tren siklus bisnis global yang tengah melambat.
.
Relaksasi kebijakan moneter di negara-negara maju, seperti penurunan suku bunga, mengakibatkan negara-negara berkembang terlihat lebih seksi dari sebelumnya. Capital inflow pun berduyun-duyun memasuki pasar keuangan negara-negara emerging termasuk di antaranya Indonesia. Pasar komoditas dunia tidak luput terkena dampak perlemahan ekonomi global. Komoditas utama perdagangan dunia, seperti minyak bumi, harganya terus mengalami tekanan.
Sumber: Kemenkeu
.
Perekonomian dunia mengalami perlambatan sepanjang tahun 2019, bahkan mencapai level pertumbuhan terendah sejak krisis keuangan tahun 2008. Ada sebersit optimisme menuju perbaikan di tahun 2020, meskipun harus tetap mewaspadai beberapa potensi risiko. Kita ketahui bersama di awal tahun terjadi ketegangan tensi politik antara Iran dengan AS, padahal masalah perang dagang AS dengan Tiongkok belum juga selesai.
.
Kondisi Perekonomian Indonesia di tengah Tekanan Eksternal
.
Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2019, berhasil bertahan dan tumbuh di level 5 persen. Domestic demand, terutama konsumsi masyarakat, masih menjadi faktor pendorong utama perekonomian nasional dengan pertumbuhan di atas 5 persen di 3 kuartal berturut-turut. Hal itu menjadi indikasi stabilnya daya beli masyarakat, di tengah kekhawatiran pelemahan daya beli.
.
.
Pemerintah melakukan perannya dalam APBN dengan tindakan counter cyclical-nya, melalui belanja pemerintah yang tumbuh 4,69 persen hingga kuartal 3 kemarin. Realisasi program perlindungan sosial ditambah realisasi belanja yang merata, menjadi faktor utamanya.
.
Investasi yang menjadi perhatian khusus Presiden, masih mampu tumbuh positif ditengah peningkatan risiko ketidakpastian global yang sangat mempengaruhi persepsi investor. Namun demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang tumbuh positif itu (4,74 persen) masih lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang di kisaran 6 persenan.
.
Ekspor dan impor menjadi faktor pembeda antara tahun 2019 dengan tahun 2018. Bila di tahun 2018 ekspor masih bisa tumbuh hingga 8 persen (kuartal III), maka tahun 2019 hampir negatif di semua kuartalnya. Kondisi impor bahkan lebih tragis, dimana mengalami pertumbuhan signifikan di tahun 2018 namun kondisinya berbalik 180 derajat di tahun 2019 yang pertumbuhannya kontraksi sepanjang tahun.
.
Melihat dinamika komponen pengeluaran pada pertumbuhan ekonomi nasional, terlihat bahwa lemahnya agregat demand yang berasal dari eksternal adalah kuncinya. Investasi yang melambat, serta impor yang sebagian besar bahan baku juga tertekan, imbas dari produksi (industri) dalam negeri yang melambat.
.
Kondisi Neraca Perdagangan Nasional
.
Neraca perdagangan nasional juga terkena dampak kondisi dunia yang tidak kondusif. Aktifitas ekspor dan impor mengalami tekanan sepanjang tahun, dengan defisit sekitar USD3 miliar menurut data Bea Cukai. Impor terkena imbas pelemahan produksi industri dalam negeri, yang tercermin dari turunnya indeks PMI manufaktur di bawah 50. Namun demikian, impor nasional mendapat dorongan positif dari implementasi kebijakan bio-diesel (B20/B30), yang dapat mengurangi impor migas.
.
Ekspor pun menghadapi situasi yang tidak jauh berbeda. Turunnya permintaan global sebagai akibat dari kondisi global seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, perang dagang, hingga turunnya harga komoditas seperti batu bara dan CPO, menjadi faktor penyebab utamanya.
.
Defisit neraca perdagangan sebenarnya membaik dibanding tahun 2018 yang USD8,7 miliar, namun perbaikan defisit itu lebih disebabkan oleh kontraksinya impor yang sekitar -9 persenan atau lebih dalam dibanding ekspor yang sekitar -7 persenan menurut data Bea Cukai. Alhasil, kondisi perbaikan defisit itu belum bisa menggambarkan suatu kinerja atau aktifitas yang positif.
.
Kondisi Moneter Nasional
.
Inflasi nasional masih terjaga di kisaran 3 persenan atau 2,7 persen sampai bulan November 2019 lalu atau yang terendah dalam 20 tahun terakhir. Terjaganya level inflasi menurut pemerintah menjadi faktor positif dalam menjaga tetap tumbuhnya permintaan domestik di tengah tekanan pada perekonomian nasional.  
.
Namun pemerintah perlu mewaspadai potensi pelemahan daya beli, mengingat penurunan inflasi terjadi pada komponen inflasi inti yang menggambarkan keseimbangan penawaran dan permintaan. Data inflasi versi BPS menyebutkan, bahwa inflasi inti menjadi kontributor tertinggi baik dibulan Oktober, sepanjang tahun 2019, hingga dari tahun ke tahunnya.
.
Kekhawatiran diperkuat dengan beberapa indikator ekonomi (konsumsi maupun investasi) yang menggambarkan turunnya demand masyarakat. Indeks PMI yang sejak bulan Juni 2019 terus turun dari level normal atau 50, dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang sejak bulan Mei 2019 konsisten turun meskipun masih di atas level 100.
.
Nilai tukar rupiah cenderung membaik, dengan mengalami apresiasi sebesar 3,09 persen (EoP). Hal ini didorong capital inflow ke negara-negara emerging market sebagai akibat dari relaksasi suku bunga dan suplai uang beredar di negara-negara maju. Pemerintah juga mengklaim kondisi dalam negeri berupa stabilitas suku bunga dan stabilitas inflasi, turut mendorong kondisi rupiah yang membaik melalui kinerja obligasi pemerintah.     
.
Kinerja ekonomi tahun 2019
.
Perekonomian nasional sepanjang tahun 2019 sangat terpengaruh kondisi ekonomi dunia yang mengalami pelemahan. Namun demikian pemerintah melaui instrumen APBN cukup mampu menjaga resiliensi ekonomi nasional dengan tindakan counter cyclicalnya. Hal itu nampak dari masih terjaganya pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persenan dan stabilnya kondisi moneter nasional.
.  
Indonesia mempunyai modal fundamental yang cukup teruji dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Namun demikian, pemerintah harus dapat memaksimalkan dan meningkatkan faktor fundamental tersebut guna menghadapi ketidakpastian kondisi geopolitik dan ekonomi dunia.
.
Kita tidak boleh puas dengan pertumbuhan ekonomi yang (stagnan) di level 5 persen, bila mempunyai cita-cita menjadi Indonesia yang maju. Waspada menjadi keharusan, mengingat tahun 2020 dibuka dengan peningkatan tensi politik baik dunia (AS vs Iran) maupun domestik (Indonesia vs Tiongkok). Jadi ingat kata bang Napi, waspadalah.... waspadalah.....
.
Wallahua’lam    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...