Kondisi global mempengaruhi
ekonomi dunia
.
Lingkungan ekonomi global dan geopolitik masih dinamis sepanjang tahun
2019. Mulai dari proses Brexit pada awal Januari yang belum selesai hingga
akhir tahun, disambung demonstrasi di Hongkong pada bulan Maret.
Restrukturisasi utang Argentina dan penyerangan fasilitas minyak Aramco di arab
Saudi hingga drama pemakzulan Trump sebagai Presiden oleh DPR AS.
.
Dinamika tersebut berpengaruh pada kinerja ekonomi beberapa negara di
dunia, termasuk negara-negara mitra dagang Indonesia. Sang negara adidaya pun tidak
lepas dari dampak tersebut, sepanjang tahun 2019 tren pertumbuhan ekonominya
terus membumi hingga menyentuh 2,1 di akhir kuartal III. Negara tetangga
seperti Singapura bahkan hanya sanggup tumbuh 0,7 dan Thailand di angka 2,4.
.
Perlambatan ekonomi global, sebagaimana World Economy Outlook yang diprediksi dan direvisi dibulan April,
memaksa negara-negara di dunia (termasuk negara maju) bereaksi dengan kebijakan
moneter yang rileks dan ekspansif. Hal itu terlihat dari kebijakan penurunan
suku bunga, yang semakin menegaskan tren siklus bisnis global yang tengah
melambat.
.
Relaksasi kebijakan moneter di negara-negara maju, seperti penurunan
suku bunga, mengakibatkan negara-negara berkembang terlihat lebih seksi dari
sebelumnya. Capital inflow pun
berduyun-duyun memasuki pasar keuangan negara-negara emerging termasuk di antaranya Indonesia. Pasar komoditas dunia
tidak luput terkena dampak perlemahan ekonomi global. Komoditas utama
perdagangan dunia, seperti minyak bumi, harganya terus mengalami tekanan.
.
Sumber: Kemenkeu
.
.
Perekonomian dunia mengalami perlambatan sepanjang tahun 2019, bahkan
mencapai level pertumbuhan terendah sejak krisis keuangan tahun 2008. Ada
sebersit optimisme menuju perbaikan di tahun 2020, meskipun harus tetap
mewaspadai beberapa potensi risiko. Kita ketahui bersama di awal tahun terjadi
ketegangan tensi politik antara Iran dengan AS, padahal masalah perang dagang
AS dengan Tiongkok belum juga selesai.
.
Kondisi Perekonomian Indonesia
di tengah Tekanan Eksternal
.
Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2019, berhasil bertahan dan
tumbuh di level 5 persen. Domestic demand,
terutama konsumsi masyarakat, masih menjadi faktor pendorong utama perekonomian
nasional dengan pertumbuhan di atas 5 persen di 3 kuartal berturut-turut. Hal itu
menjadi indikasi stabilnya daya beli masyarakat, di tengah kekhawatiran
pelemahan daya beli.
.
.
Pemerintah melakukan perannya dalam APBN dengan tindakan counter cyclical-nya, melalui belanja
pemerintah yang tumbuh 4,69 persen hingga kuartal 3 kemarin. Realisasi program
perlindungan sosial ditambah realisasi belanja yang merata, menjadi faktor
utamanya.
.
Investasi yang menjadi perhatian khusus Presiden, masih mampu tumbuh positif
ditengah peningkatan risiko ketidakpastian global yang sangat mempengaruhi
persepsi investor. Namun demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang
tumbuh positif itu (4,74 persen) masih lebih rendah dibandingkan tahun lalu
yang di kisaran 6 persenan.
.
Ekspor dan impor menjadi faktor pembeda antara tahun 2019 dengan tahun
2018. Bila di tahun 2018 ekspor masih bisa tumbuh hingga 8 persen (kuartal III),
maka tahun 2019 hampir negatif di semua kuartalnya. Kondisi impor bahkan lebih
tragis, dimana mengalami pertumbuhan signifikan di tahun 2018 namun kondisinya berbalik
180 derajat di tahun 2019 yang pertumbuhannya kontraksi sepanjang tahun.
.
Melihat dinamika komponen pengeluaran pada pertumbuhan ekonomi
nasional, terlihat bahwa lemahnya agregat
demand yang berasal dari eksternal adalah kuncinya. Investasi yang melambat,
serta impor yang sebagian besar bahan baku juga tertekan, imbas dari produksi (industri)
dalam negeri yang melambat.
.
Kondisi Neraca Perdagangan
Nasional
.
Neraca perdagangan nasional juga terkena dampak kondisi dunia yang
tidak kondusif. Aktifitas ekspor dan impor mengalami tekanan sepanjang tahun,
dengan defisit sekitar USD3 miliar menurut data Bea Cukai. Impor terkena imbas
pelemahan produksi industri dalam negeri, yang tercermin dari turunnya indeks
PMI manufaktur di bawah 50. Namun demikian, impor nasional mendapat dorongan
positif dari implementasi kebijakan bio-diesel (B20/B30), yang dapat mengurangi
impor migas.
.
Ekspor pun menghadapi situasi yang tidak jauh berbeda. Turunnya
permintaan global sebagai akibat dari kondisi global seperti perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia, perang dagang, hingga turunnya harga komoditas
seperti batu bara dan CPO, menjadi faktor penyebab utamanya.
.
Defisit neraca perdagangan sebenarnya membaik dibanding tahun 2018 yang
USD8,7 miliar, namun perbaikan defisit itu lebih disebabkan oleh kontraksinya impor
yang sekitar -9 persenan atau lebih dalam dibanding ekspor yang sekitar -7
persenan menurut data Bea Cukai. Alhasil, kondisi perbaikan defisit itu belum
bisa menggambarkan suatu kinerja atau aktifitas yang positif.
.
Kondisi Moneter Nasional
.
Inflasi nasional masih terjaga di kisaran 3 persenan atau 2,7 persen
sampai bulan November 2019 lalu atau yang terendah dalam 20 tahun terakhir. Terjaganya
level inflasi menurut pemerintah menjadi faktor positif dalam menjaga tetap
tumbuhnya permintaan domestik di tengah tekanan pada perekonomian nasional.
.
Namun pemerintah perlu mewaspadai potensi pelemahan daya beli,
mengingat penurunan inflasi terjadi pada komponen inflasi inti yang
menggambarkan keseimbangan penawaran dan permintaan. Data inflasi versi BPS
menyebutkan, bahwa inflasi inti menjadi kontributor tertinggi baik dibulan
Oktober, sepanjang tahun 2019, hingga dari tahun ke tahunnya.
.
Kekhawatiran diperkuat dengan beberapa indikator ekonomi (konsumsi
maupun investasi) yang menggambarkan turunnya demand masyarakat. Indeks PMI yang sejak bulan Juni 2019 terus
turun dari level normal atau 50, dan
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang sejak bulan Mei 2019 konsisten turun
meskipun masih di atas level 100.
.
Nilai tukar rupiah cenderung membaik, dengan mengalami apresiasi
sebesar 3,09 persen (EoP). Hal ini didorong capital
inflow ke negara-negara emerging
market sebagai akibat dari relaksasi suku bunga dan suplai uang beredar di
negara-negara maju. Pemerintah juga mengklaim kondisi dalam negeri berupa stabilitas
suku bunga dan stabilitas inflasi, turut mendorong kondisi rupiah yang membaik
melalui kinerja obligasi pemerintah.
.
Kinerja ekonomi tahun 2019
.
Perekonomian nasional sepanjang tahun 2019 sangat terpengaruh kondisi
ekonomi dunia yang mengalami pelemahan. Namun demikian pemerintah melaui
instrumen APBN cukup mampu menjaga resiliensi ekonomi nasional dengan tindakan counter cyclicalnya. Hal itu nampak dari
masih terjaganya pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persenan dan stabilnya kondisi
moneter nasional.
.
Indonesia mempunyai modal fundamental yang cukup teruji dalam
menghadapi tekanan ekonomi global. Namun demikian, pemerintah harus dapat
memaksimalkan dan meningkatkan faktor fundamental tersebut guna menghadapi
ketidakpastian kondisi geopolitik dan ekonomi dunia.
.
Kita tidak boleh puas dengan pertumbuhan ekonomi yang (stagnan) di
level 5 persen, bila mempunyai cita-cita menjadi Indonesia yang maju. Waspada menjadi
keharusan, mengingat tahun 2020 dibuka dengan peningkatan tensi politik baik
dunia (AS vs Iran) maupun domestik (Indonesia vs Tiongkok). Jadi ingat kata
bang Napi, waspadalah.... waspadalah.....
.
Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar