Selasa, 01 Januari 2019

Konsisten Tumbuh Positif Sepanjang Tahun, Capaian Penerimaan Bea Cukai Lampaui Target APBN 2018


Peran Bea Cukai
Jangan pernah lelah mencintai negeri ini, begitu pesan Menteri Keuangan pada seluruh jajarannya disuatu kesempatan. Negeri yang indah, negeri yang sedang giat melakukan pembangunan demi mengejar ketertinggalan, terutama infrastruktur. Ketertinggalan yang kritis pada tahun 2014, dimana biaya logistik nasional mencapai 25,7 persen atau yang tertinggi dikawasan Asia Tenggara menurut Bank Dunia.
.
Alhamdulillah sedikit demi sedikit bangsa ini mulai mengejar ketertinggalannya, terbukti dengan membaiknya peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index, yang merupakan penilaian tingkat kompetitif negara-negara di dunia yang diselenggarakan oleh World Economy Forum tiap dua tahun sekali. Penilaian dilakukan melalui riset atas produktivitas dan kesejahteraan secara komprehensif. Perbaikan posisi Indonesia adalah dari peringkat 56 pada tahun 2014-2015 menjadi peringkat 36 di tahun 2017-2018.
.
Perbaikan peringkat tersebut diraih salah satunya melalui gencarnya pembangunan, seperti pembangunan infrastruktur, yang tentunya membutuhkan biaya tidak sedikit. Alhasil, alokasi anggaran pembangunan infrastruktur pun selalu meningkat setiap tahunnya. Alokasi terkait infrastruktur pada tahun 2015 mencapai Rp290,3 triliun, meningkat dari tahun 2014 yang sebesar Rp177,9 triliun. Peningkatan alokasi terus terjadi di tahun 2016 sebesar Rp317,1 triliun, kemudian Rp387 triliun di tahun 2017, dan pada tahun 2018 ini sebesar Rp410,4 triliun.
.
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) turut berperan aktif dalam mendukung program pembangunan tersebut, dengan memaksimalkan fungsi sebagai Revenue Collector demi ketersediaan anggaran negara. Selain bertanggung jawab atas penerimaan kepabeanan dan cukai, DJBC juga mengelola penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI) lainnya seperti PPN Impor, PPnBM Impor, dan PPh Impor. Total penerimaan yang dikelola DJBC tersebut memberikan sumbangsih sekitar 23 persen dari total pendapatan negara pada APBN tahun 2018 yang sebesar Rp1.894,72 triliun. Bahkan bila dilihat dari target penerimaan perpajakan yang Rp1.618,09 triliun, DJBC berkontribusi hampir mencapai 30 persen.
.
Tantangan Penerimaan Tahun 2018
.
Pada tahun 2017 lalu, DJBC berhasil melampaui target yang diamanatkan APBN/P tahun 2017 yang Rp189,1 triliun dengan capaian Rp192,3 triliun atau 101,7 persen. Bahkan DJBC mencatatkan surplus di semua komponen penerimaannya yaitu bea masuk (BM), bea keluar (BK), dan Cukai.  Prestasi yang sama tentu diharapkan pada tahun 2018 ini, meskipun ada beberapa hal atau kondisi yang berbeda dengan tahun lalu.
.
Pertama adalah jumlah target yang tentu lebih besar dibandingkan target tahun lalu, yaitu sebesar Rp194,1 triliun. Target penerimaan kepabeanan dan cukai memang selalu naik dari tahun ke tahun. Target penerimaan DJBC pada APBN 2018 sendiri meningkat sebesar 7,6 persen dibandingkan target pada APBN/P 2017 lalu, padahal peningkatan target APBN tersebut tidak selalu diikuti oleh faktor pendorong penerimaannya.
.
Penerimaan BM menghadapi tantangan dengan semakin banyaknya kegiatan importasi yang komoditasnya bertarif nol persen, ditambah semakin banyaknya utilisasi skema Free Trade Agreement (FTA) dari tahun ke tahun. Tren tersebut diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan keterbukaan Indonesia dalam menjalin kerjasama perdagangan internasional. Kerjasama perdagangan dalam bentuk FTA dimaksudkan untuk mendorong perdagangan nasional dengan negara mitra, meskipun di sisi lain menjadi downside risk  terhadap penerimaan BM.
.
Situasi perdagangan dunia, seperti perang dagang Amerika Serikat vs Tiongkok, juga menyebabkan kontraksi pada perdagangan global. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan bahwa situasi perang dagang yang terus meningkat akan menghambat pertumbuhan ekonomi global tahun ini dan tahun depan. Bahkan dalam pertemuan di Bali lalu, IMF memperkirakan perang dagang akan mengakibatkan kerentanan atas tekanan yang tiba-tiba, terutama bagi negara-negara berkembang.
.
Penerimaan BK terkendala rendahnya harga komoditas primadona ekspor Indonesia, yaitu Crude Palm Oil (CPO), di pasar dunia yang sepanjang tahun ini berada di bawah harga patokan ekspor. Situasi regional dan kondisi cuaca di situs pertambangan dan pengapalan turut memberikan ketidakpastian atas terjadinya kendala pasokan/produksi (supply disruption).
.
Penerimaan cukai masih menghadapi kendala keterbatasan barang kena cukai (BKC). Hingga saat ini BKC hanya terdiri dari cukai hasil tembakau (CHT), minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol (EA). Cukai atas kemasan plastik menjadi permasalahan tersendiri karena telah dibebankan pada APBN tahun 2018 sebesar Rp500 miliar, meskipun peraturan yang menjadi dasar dan tata laksana pemungutannya belum juga selesai.  
.
Kedua adalah faktor kebijakan, dimana pada tahun 2018 merupakan dimulainya implementasi PMK nomor 57/PMK.04/2017 yang merelaksasi PMK nomor 20/PMK.04/2015 dalam hal pelunasan CHT. Akibat yang ditimbulkan adalah konsekuensi terjadi pergeseran penerimaan CHT dari tahun berjalan ke tahun berikutnya. Hal tersebut menjadi perhatian khusus, mengingat nilai rupiah yang diperkirakan bergeser menjadi penerimaan tahun 2019 jumlahnya cukup signifikan. Apalagi kontribusi penerimaan CHT terhadap penerimaan secara keseluruhan sangat besar, yaitu mencapai 75 persen.
.
Kinerja Penerimaan Tahun 2018
.
Bagaimanapun juga “the show must go on”. Pimpinan beserta seluruh jajaran DJBC tetap berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Komitmen tersebut tercermin pada kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai yang konsisten tumbuh positif sepanjang tahun 2018.
Upaya pemerintah mengatasi dampak perang dagang, mampu dimaksimalkan DJBC untuk mendorong penerimaan, melalui percepatan layanan dan penguatan efektifitas pengawasan. 
.
Kontribusi positif juga dihasilkan melalui perbaikan kebijakan kepabeanan dan cukai, seperti penertiban impor, cukai dan ekspor berisiko tinggi / PICE-BT. Ditambah lagi dengan kebijakan tarif yang efektif, aktifitas ekspor-impor yang masih tumbuh, serta peningkatan permintaan komoditas mineral tambang (minerba), turut berperan positif dalam pertumbuhan penerimaan.
.
Hasilnya, kinerja positif terjadi di semua komponen penerimaan kepabeanan dan cukai, yaitu BM, BK, dan cukai. Bahkan penerimaan PDRI lainnya, yaitu PPN impor, PPnBM impor, dan PPh pasal 22 impor juga menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
.
Penerimaan BM dikontribusikan oleh pertumbuhan devisa impor yang tinggi sejak awal tahun, dimana mampu tumbuh di kisaran 15 persen. Kebijakan impor dalam rangka pengamanan pasokan kebutuhan dalam negeri dan pengendalian harga komoditas tertentu, turut memberikan andil yang positif. Implementasi kebijakan program penertiban impor berisiko tinggi (PIBT) menjadi penggerak utama penerimaan extra effort BM melalui peningkatan taxbase para importir berisiko tinggi (IBT) yang mencapai 57,59 persen.
.
Kinerja penerimaan BK didorong oleh harga komoditas di pasar dunia yang mulai membaik dan relatif stabil. Tingginya permintaan dari negara mitra dagang juga turut berkontribusi atas pertumbuhan penerimaan BK. Kontributor terbesar penerimaan BK sendiri adalah komoditas minerba, yang mampu tumbuh lebih dari 100 persen dibanding tahun lalu.
.
Penerimaan cukai didominasi oleh CHT yang berkontribusi hingga 95 persen. Fungsi pengendalian pada cukai, berupa kebijakan pengenaan tarif BKC terutama tarif CHT, efektif menurunkan produksi batang rokok. Namun demikian di sisi penerimaan, faktor kenaikan tarif efektif yang melebihi kenaikan tarif normatif mampu menopang pertumbuhan penerimaan CHT. Efektifitas program penertiban cukai berisiko tinggi (PCBT) juga berperan mendorong kinerja penerimaan cukai HT, terutama dalam menekan peredaran rokok ilegal yang semula 12 persen menjadi hanya 7 persen. hal ini menjadikan persaingan di industri hasil tembakau menjadi lebih sehat.
.
Surplus Penerimaan tahun 2018
.
Serangkaian kerja keras itu pun berbuah manis, seakan membenarkan ungkapan “hasil yang tidak akan pernah menyelisihi usaha”. Buah manis itu berupa capaian penerimaan kepabeanan dan cukai yang diperkirakan kembali menorehkan tinta emas, yaitu melampaui target yang diamanatkan APBN tahun 2018. Surplus diproyeksikan sebesar lebih dari Rp10 triliun, dengan capaian total penerimaan lebih dari 105 persen. Surplus diperkirakan juga terjadi kembali pada seluruh komponen penerimaan yaitu BM (109 persen), cukai (102 persen), dan BK (224 persen). Alhasil, prestasi gemilang di tahun 2017 lalu sukses diraih kembali pada tahun 2018 ini.
.
Tahun 2018 kini sudah dipenghujung waktu, tahun yang dipenuhi dengan tantangan dan kerja keras. Namun kerja belum selesai, karena seperti kata pepatah “mempertahankan itu lebih sulit daripada mendapatkan, dan menjaganya jauh lebih sulit daripada mempertahankan”. Semoga semua kerja keras dan jerih payah sepanjang tahun ini menjadi pengalaman berharga bagi jajaran DJBC, serta bisa membuat Indonesia menjadi makin baik.

#beacukai
#surpluspenerimaan
#peranbeacukai
 

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...