Rabu, 20 Februari 2019

Mengapa ICOR tetap tekor ??

Ekonomi Nasional

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2014 hingga tahun 2018 masih setia bertengger di level 5 persen. Pertumbuhan yang kontributor utamanya masih belum berubah,  yaitu konsumsi rumah tangga (RT) dengan share hingga 55 persen di tahun 2018 menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Upaya pemerintah yang menggenjot investasi dengan berbagai pembangunan infrastruktur, ternyata belum mampu menggeser dominasi konsumsi RT tersebut. Hal ini terindikasi pada pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang hanya mampu berkontribusi 32 persen, meskipun tetap tumbuh 6,67 persen.
.
Anggaran infrastruktur diketahui selalu meningkat sejak tahun 2015 hingga tahun 2019, baik dari nominal maupun prosentasenya. Anggaran sebesar Rp154.7 triliun pada APBN tahun 2014, melonjak menjadi Rp420,5 triliun atau meningkat hampir 400 persen. Perhatian pun tertuju pada indeks Incremental Capital Output Ratio (ICOR) untuk mengetahui tingkat efektifitas investasi yang dilakukan pemerintah.
.
ICOR merupakan suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan satu unit output. Konsep ICOR dianggap dinamis, karena menunjukkan perubahan kenaikan output sebagai akibat langsung dari penambahan kapital. ICOR Indonesia pada tahun 2018 adalah 6.3 sehingga bisa dibilang bahwa untuk penambahan PDB Rp1 membutuhkan investasi sebesar Rp6. Bila dibandingkan dengan tetangganya di ASEAN seperti Malaysia (4.6), Filipina (3.7), Thailand (4.5), dan Vietnam (5.2), Indonesia jelas masih beda kelas.
.
Penggunaan ICOR dalam menganalisis tingkat efektifitas biaya ekonomi atas investasi secara agregatif telah disampaikan oleh Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi Indonesia, di awal tahun 90-an. Menurutnya, ICOR dapat digunakan sebagai pendekatan awal mendapatkan gambaran kuantitatif dan penelitian empirik (Mahmud, 2008). Lebih lanjut disampaikan bahwa level ICOR cenderung dipengaruhi oleh jenis investasi, efektifitas perencanaan, dan segi negatif pada iklim institusional.
.
Sifat Investasi
.
Investasi di sektor infrastruktur merupakan prioritas pemerintah saat ini, terbukti dari peningkatan nilai anggaran untuk pembangunan infrastruktur dari tahun ke tahun. Pemerintah beralasan bahwa konektivitas merupakan peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tak pelak pembangunan yang gencar dilakukan adalah jalan dan jembatan, perkeretaapian, bandara, hingga pelabuhan.
.
Pembangunan infrastruktur sebagaimana yang telah dilakukan tersebut, menurut pakar ekonomi dikategorikan sebagai investasi yang slow yielding dan low yielding. Hal tersebut dikarenakan sifatnya yang memakan waktu relatif lama dalam pengerjaannya, dan juga memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk membuahkan hasil.
.
Efektifitas perencanaan
Efektifitas pembangunan melalui perencanaan yang matang dan komprehensif jelas harus dilakukan demi maksimalnya hasil yang diperoleh terutama terhadap ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi (Y) atau lazim diketahui sebagai produk domestik bruto (PDB), dipengaruhi oleh konsumsi RT (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan selisih antara ekspor dengan impor (X-M).
.
Sumber pertumbuhan tertinggi di tahun 2018 menurut BPS berasal dari konsumsi masyarakat (2,74%) disusul kemudian oleh PMTB (2,17%). Keduanya merupakan kontributor utama dan merupakan pertumbuhan yang tertinggi sejak tahun 2016, namun kinerja itu terhambat oleh performa net ekspor yang tumbuh negatif (-0,99%) atau terendah sejak 3 tahun terakhir.

Fakta tentang sumber pertumbuhan yang menghadapi faktor perlambatan dari net ekspor yang pertumbuhan impor (2,39%) melebihi pertumbuhan ekspor (1,40%), harus dijadikan perhatian. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa investasi pemerintah (PMTB) yang dilakukan selama ini ternyata malah lebih menyuburkan impor daripada menumbuhkan ekspor nasional. Pemerintah harus lebih cermat memilih dan memilah belanja modal apa yang dapat mendorong ekspor. Pendayagunaan produk dalam negeri urgent untuk ditingkatkan, seperti  dengan melalui program menaikkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).      
.
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh 17 sektor lapangan usaha, diringkas menjadi 2 sektor utama yaitu penghasil barang (tradable) dan jasa (non-tradable). Sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan manufaktur) yang berpotensi mendorong ekspor karena sifatnya yang memproduksi barang, pertumbuhannya masih dibawah pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya sektor non-tradable (minim ekspor) yang merupakan sektor jasa (14 sektor), hampir semuanya tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi. Alhasil pertumbuhan PDB menurut lapangan usaha masih didominasi oleh sektor jasa.
.
Manufaktur sebagai salah satu sektor lapangan usaha yang potensial mendorong ekspor, pertumbuhannya cenderung turun bahkan share kepada PDB sudah di bawah 20% pada tahun 2018. Sekali lagi perlu gebrakan pemerintah untuk membawa sektor manufaktur kembali menggeliat. Pemerintah perlu mengkaji apakah menggeser porsi komponen bangunan dalam PMTB ke komponen mesin dan perlengkapan mampu menahan laju deindustrialisasi.    
.
Iklim institusional
.
Ease of doing business (EODB) yang merupakan survei tahunan World Bank biasa digunakan untuk menakar daya tarik suatu negara dari segi pemerintah. Peringkat Indonesia saat ini berada di peringkat 73, dengan poin 67,96 atau sudah berada di atas rata-rata regional (asia timur dan pasifik) yang 63,41. Namun demikian hal tersebut ternyata belum cukup untuk memperbaiki indeks ICOR.  Salah satu penilaiannya yaitu starting a business, menunjukkan indikasi prosedur sebanyak 10 sedangkan rata-rata regional adalah 6,8.
.
Penilaian pada kategori paying taxes juga belum menggembirakan. Di kategori ini Indonesia masih di bawah Singapura, Malaysia, bahkan Filipina. Pun demikian dengan trading across border, dimana waktu dan biaya untuk melakukan ekspor masih di atas kinerja regional. 
.
Indonesia bisa berkaca pada Vietnam yang berani melakukan reformasi ekonomi demi memperbaiki iklim bisnis dan investasi sejak tahun 2013. Vietnam memangkas pajak penghasilan (PPh) badan hingga membuka sektor perdagangan, distribusi dan logistik dengan beberapa syarat seperti harus berada di lokasi yang belum berkembang, berteknologi tinggi, dan bernilai tinggi.
.
Perhatian juga harus diberikan pada hal-hal selain pembangunan fisik, bagaimana membangun iklim institusional yang kondusif dan berkelanjutan. Prosedur atau birokrasi yang berbelit-belit bahkan tidak sinkron antara pusat dan daerah, hingga praktek pungutan liar yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi harus diberangus. Perubahan budaya kerja mendesak untuk diterapkan baik di internal pemerintah maupun masyarakat, agar mental mengharapkan low hanging fruit dapat dihilangkan sehingga iklim investasi yang sejuk dapat terbentuk.
.
Now what?
Infrastruktur jelas sangat penting dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur juga menjadi pertimbangan utama investor dalam memutuskan dimana mereka akan menanamkan modalnya. Akan tetapi pemerintah perlu mengkaji lebih dalam jenis dan sifat proyek yang akan diinvestasikan. Tidak kalah penting juga merubah paradigma, tidak hanya penyelenggara negara namun juga masyarakat. Karena tidak lucu negara punya mimpi maju dimanufaktur, tapi preman berotot dan berdasi masih tumbuh subur.
.
#wallahu a’lam

#ICOR2019
#ICORnasional

Minggu, 10 Februari 2019

AADC: Ada Apa Dengan bbm - CAD

BBM turun harga

Horeeeee harga bensin turun.... mungkin rasa itu ada dibenak sebagian teman-teman terutama para pengukur jalan. Beberapa hari lalu memang tersiar kabar tentang penurunan bahan bakar minya (BBM) terutama pertamax dan kawan dekatnya. Pemerintah (Pertamina) beralasan penurunan tersebut disebabkan tren menurunnya harga minyak bumi di pasar dunia yang berada dikisaran USD 50-60 per barel, bandingkan dengan asumsi makro APBN 2019 yang sebesar USD 70 per barel.
.
Namun sepertinya juga banyak diantara kita yang melewatkan rilis defisit neraca berjalan atau current account defisit (CAD) kuartal IV tahun 2018 yang melebar menjadi 3,57 persen dari produk domestik bruto (PDB). Saya juga agak kaget mendengarnya, karena kalau tidak salah di kuartal III tahun 2018 masih di bawah 3 persen.
.
Saya sebenarnya mendapat kedua berita tersebut dari rekan kasie di PSMT yang kemudian menanyakan keterkaitan keduanya. Saya mencoba menganalisis keterkaitan keduanya dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas ini. Analisis bermula dari CAD, perlu diketahui bahwa neraca berjalan terbentuk dari neraca visible atau neraca perdagangan (balance of trade) dan neraca invisible. Neraca perdagangan terbentuk dari kegiatan perdagangan barang ekspor-impor, sedang neraca invicible berupa transaksi jasa seperti jasa logistik perkapalan, asuransi dan lain-lain.
.
Kondisi Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan nasional tahun 2018 sebagaimana diketahui, defisit sebesar minus USD 8,57 miliar. Defisit tersebut didorong oleh anjloknya kinerja migas nasional yang minus USD 12,4 miliar, meskipun kinerja nonmigas masih surplus sebesar USD 3,87 miliar (versi BPS). Bila ditelisik lebih jauh, defisit migas ternyata sebagian besar disebabkan oleh impor hasil minyak yang defisit hingga minus USD 15,9 miliar, ngeri bukan? Jangan berharap pada perdagangan jasa, karena keadaannya juga tidak lebih baik dari neraca perdagangan.
.
Peran impor migas terutama hasil minyak bumi yang ugal-ugalan mengindikasikannya sebagai faktor utama penyebab CAD. Pemerintah padahal telah menyatakan tidak akan menyubsidi lagi bbm minyak (termasuk premium) menurut PP 191 tahun 2014, kecuali solar dan minyak tanah. Harga pertamax sebelumnya Rp10.200 dan pertalite Rp7.650, sedang premium diharga Rp6.450. Posisi harga tersebut mengakibatkan selisih harga Rp3.750 dengan pertamax dan Rp1.250 dengan pertalite.
.
Disparitas harga tersebut mengakibatkan beralihnya pengguna pertamax dan pertalite ke premium yang relatif terjangkau. Akibatnya permintaan premium otomatis meningkat, yang berdampak penyesuaian kebutuhan impornya. Belum lagi moral hazard yang timbul, yaitu kecenderungan penggunaan yang tidak efektif karena mudah dan murah mendapatkannya.
.
Husnudzan saya adalah, perintah berusaha memperkecil selisih harga premium dan pertamax (turun menjadi Rp9.850) dengan harapan banyak yang kembali mengonsumsi pertamax untuk ranmor (pribadi). Peralihan konsumsi bbm itu dimaksudkan dapat mengerem impor bbm yang mulai blong, dan memberi efek positif pada neraca perdagangan yaitu mengurangi (sedikit) posisi CAD nasional.
.
Mungkin ada juga yang berspekulasi ini bagian dari strategi di tahun politik, yaitu menjawab tudingan rezim yang selalu menaikkan harga bbm. Saya no komeng deh kalau yang ini takuuuuut, hehehe....
.
Urgensi Penurunan
Kalau Saya, dengan pengetahuan yang tidak seberapa, pertamina sebaiknya tidak perlu menyesuaikan harga bbm. Bukannya saya tidak pro rakyat (miskin), karena saat ini sektor riil sudah mengalami keseimbangan (perekonomian) atau telah beradaptasi. Khawatir pada saat harga minyak dunia kembali naik, seiring kondisi geopolitik yang masih gonjang-ganjing, harga bbm dalam negeri kembali disesuaikan (naik). Alhasil, tingkat inflasi bisa jadi ikut terkerek naik akibat sektor riil yang kembali mencari keseimbangan baru.
.
Apalagi pertamina bukan lagi perusahaan (minyak) hulu yang mengandalkan profit dari eksplorasi sumur minyaknya, terbukti dari kemampuan lifting yang terbatas di kisaran 700-750 bph. Pertamina tidak lagi bisa menikmati untung kala harga minyak bumi dunia tinggi, justru menjadi musibah karena terbebani di sektor hilirnya (menanggung selisih harga) karena pemerintah tidak memberi subsidi bbm lagi.
.
Pertamina jelas sudah beda kelas dengan Petronas yang mampu lifting hingga 2 juta bph atau bahkan lebih. Petronas mampu meraup profit maksimal saat terjadi kenaikan harga minyak bumi, karena tidak terbebani hilirnya. Apabila harga tidak disesuaikan maka pertamina dapat memaksimalkan profitnya untuk kemudian menginvestasikannya pada capex (capital expenditure), dengan peremajaan mesin dan mencari sumur minyak baru. Karena beban berat menanggung sektor hilir harus diantisipasi dengan menaikkan kemampuan sektor hulunya. Jangan sampai seperti sapi perahan yang diambil terus susunya, namun hanya diberi makan rumput lapangan, sedih bukan......
.
Wallhu a’lam 

#neracaperdagagan
#CAD
 

Selasa, 05 Februari 2019

WANTED: Barang Kena Cukai (BKC) Baru


Realisasi Cukai 2018
.
Realisasi penerimaan cukai tahun 2018 telah berhasil melebihi target yang diamanatkan, yaitu sebesar Rp159,56 triliun. Capaian itu, 95 persennya merupakan penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) atau lebih banyak dikenal sebagai cukai rokok. Bukan hanya mendominasi penerimaan cukai saja, penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2018 yang totalnya Rp205,25 triliun, 75 persennya berasal dari cukai rokok. Bahkan penerimaan cukai rokok menduduki ranking  3 besar pada penerimaan perpajakan setelah pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
.
Penerimaan cukai rokok berhasil menggendong penerimaan cukai dari barang kena cukai (BKC) lainnya yang kinerjanya tidak sesuai target yang diamanatkan, yaitu minuman mengandung etil alkohol (MMEA), etil alkohol (EA), dan kemasan plastik. MMEA, yang lebih familiar disebut minuman beralkohol, hanya sanggup memberikan kontribusi sebesar Rp6,40 triliun atau 98 persen dari targetnya yang Rp6,50 triliun. EA sendiri berhenti diangka Rp139,24 miliar, atau 81,90 persen dari targetnya yang Rp170 miliar. Kemasan plastik jangan ditanya, capaiannya sama sekali tidak ada atau nol rupiah, karena meskipun sudah ditargetkan di tahun 2018 lalu peraturan yang menjadi dasar dan tata laksana pemungutannya belum ada.
.
Uraian sekilas di atas mungkin dapat sedikit menggambarkan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atau masyarakat sering menyebutnya bea cukai, memiliki ketergantungan atas penerimaan cukai dari rokok. Ketergantungan yang dikhawatirkan menjadi bom waktu penerimaan dikemudian hari. Hal itu tidak berlebihan, karena dikala cukai rokok bermasalah sedikit saja, swing nya sangat mempengaruhi performa bea cukai secara keseluruhan.
.
Tujuan cukai

Cukai sendiri merupakan penjabaran dari teori pajak pegouvian, istilah yang diambil dari nama penggagasnya yaitu Arthur Pigou. Konsep pajak Pegouvian adalah menginternalisasikan eksternalitas, dimana konsepnya berbeda dengan pajak pada umumnya yang cenderung sebagai sumber penerimaan negara. Pengenaan pajak dimaksud bertujuan mengendalikan dampak (negatif) yang ditimbulkan, dan hasilnya (sebenarnya) digunakan sebagai penanganan dampaknya.
.
Alhasil, concern pemerintah atau bea cukai adalah bagaimana mengendalikan konsumsinya sebagaimana diamanatkan UU No.39 Tahun 2007. Pada UU tersebut dinyatakan bahwa, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu dengan sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang. Sifat atau karakteristik dimaksud yaitu perlunya pengendalian konsumsi, pengawasan peredaran, dampak negatif ditimbulkan bagi masyarakat atau lingkungan hidup akibat pemakaiannya, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
.
Pengendalian konsumsi sejatinya telah berada di jalur yang positif, dimana tren pertumbuhan produksi batang rokok yang cenderung turun tahun demi tahun. Prevalensi merokok menurut survei indikator kesehatan nasional (Sirkesnas) 2016 telah turun menjadi 32,8 persen, bahkan prevalensi perokok laki - laki dewasa menurun signifikan menjadi 66,2 persen pada tahun 2017 menurut Nielsen.
.
Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa bea cukai merupakan salah satu alat negara dalam mengumpulkan penerimaan, sebagaimana fungsi utamanya yaitu revenue collector. Bea cukai mempunyai kewajiban mengendalikan konsumsi dan mengumpulkan penerimaan negara disaat yang bersamaan, sehingga menurut saya kebutuhan akan penambahan BKC baru sangat mendesak.
.

BKC baru
. Kemasan plastik adalah kandidat terkuat BKC baru, karena telah ditargetkan penerimaannya sejak tahun 2018 lalu. Kemasan plastik merupakan langkah awal dalam upaya menambah BKC. Upaya yang diibaratkan sebagai membuka sebuah kotak pandora, dimana diharapkan bila kemasan plastik sukses menjadi BKC baru maka akan membuka peluang komoditas lain untuk dijadikan BKC baru.
.
Kemasan plastik sebenarnya telah dilarang penggunaannya di beberapa negara. Tidak perlu muluk-muluk mengambil contoh negara Eropa karena Rwanda, negara Afrika yang pernah terpuruk akibat perang saudara, telah memperkenalkan pelarangan kemasan plastik sejak tahun 2008 yang lalu.
.
Perusahaan bir sekelas Carlsberg juga sudah ikut ambil bagian dalam kampanye pengurangan pemakaian plastik. Carlsberg mengganti plastic ring yang mengikat 6 kaleng bir produksinya dengan lem. Kebijakan itu diharapkan mampu mengurangi hingga 76 persen penggunaan plastik kemasan.
.
Pengendalian penggunaan kemasan plastik memang sudah menjadi isu dan keprihatinan dunia. Greenpeace melansir ada hampir 12,7 juta ton per tahun sampah plastik yang berakhir di laut. Keprihatinan yang diwujudkan oleh komitmen 193 negara pada bulan Desember 2017, kepada perserikatan bangsa bangsa (PBB) untuk tidak membuang sampah plastik ke laut. Indonesia sepertinya belum termasuk di antaranya, karena harian The Economist menyebutkan Indonesia merupakan satu dari lima negara Asia penyumbang sampah plastik terbesar dunia. Sampah plastik terbuang ke laut  asal Indonesia, Thailand, Tiongkok, Filipina, dan Vietnam, jumlahnya melebihi sampah plastik dunia.
.
NBC News juga pernah melansir bahwa puntung rokok termasuk salah satu penyumbang terbesar sampah laut. Puntung rokok merupakan sampah yang paling sering ditemukan di setiap pantai di seluruh dunia. Jumlahnya ternyata melebihi sampah dari kemasan plastik yang berupa botol, tempat makanan dan lainnya. Banyak dari kita mungkin menganggap sepele puntung rokok, padahal sejatinya sangat berbahaya karena bahan dasar filter rokok yang sebagian besar berasal dari plastik.
.
Kemasan plastik target BKC

Plastik pada dasarnya merupakan produk kimiawi, yang membutuhkan waktu lama untuk biodegrate. Sampah plastik yang berada di lautan sangat besar kemungkinannya dikonsumsi makhluk-makhluk yang hidup di perairan laut, bahkan bisa jadi bagian dari rantai makanan dengan manusia sebagai rantai terakhirnya. Peristiwa terakhir adalah matinya paus sperma sepanjang 9,5 meter di perairan wakatobi. Paus itu mati disinyalir karena memakan plastik, terbukti dari sampah plastik yang ditemukan di perut paus seberat 5,9 kg.
.
Bila menengok dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, kemasan plastik sangat layak untuk ditetapkan sebagai BKC. Penyusunan peraturan pemungutannya harus segera dilakukan percepatan. Mengingat di tahun 2019 ini tidak ada kebijakan penyesuaian tarif rokok serta implementasi tahap kedua PMK nomor 57/PMK.04/2017 yang merelaksasi pelunasan atas CK1 kredit.
.
Target penerimaan kepabeanan dan cukai meningkat di tahun 2019 ini, dan pasti akan terus meningkat setiap tahunnya menyesuaikan kebutuhan negara dalam membiayai pembangunan. Koordinasi dan sinergi antar kementerian terkait jelas sangat diperlukan, karena masing-masing kementerian cenderung memperhatikan kelangsungan sektor yang dibinanya. Tantangan sudah di depan mata, dan kebutuhan akan BKC baru sangat diperlukan. Bukan hanya demi pengamanan penerimaan negara, namun juga demi keberlangsungan lingkungan hidup yang merupakan hak penerus bangsa ini.
.
Wallahu a’lam

#cukai
#BKC
#beacukai
#cukaikemasan

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...