Selasa, 03 April 2018

Belajar dari Vietnam


Belajar dari Vietnam
oleh: gatotpriyoharto

Vietnam, kira-kira apa yang ada dibenak anda bila mendengan negara Vietnam? Mungkin perang Vietnam dengan tokoh Rambonya, atau sebagian besar kita malahan mengiranya sebagai negara dengan ekonomi tertinggal. Anda mungkin benar tentang perang Vietnam, namun bila anda mengira Vietnam adalah negara kecil dengan ekonomi rendah, maka anda salah besar.
.
Vietnam adalah negara ketiga terbesar dalam hal potensi pasar di antara negara-negara kawasan ASEAN setelah Indonesia dan Filipina. Pertumbuhan ekonominya yang selalu di level 6% dalam 3 tahun terakhir yaitu 6,68% (2015), 6,21% (2016) dan 6,81% (2017) dibanding Indonesia yang masih dikisaran 5%. Bonus demografi yang dipunyai Vietnam yang mempunyai usia median 30,9 tahun juga memberi sinyal tenaga kerja yang cukup banyak di negara tersebut. Bahkan lawan tangguh sepakbola Indonesia ini digadang-gadang menjadi the next China karena pertumbuhan ekonominya yang meroket beberapa tahun belakangan.
.
Negara
Pertumbuhan Ekonomi
2015
2016
2017
Indonesia
4,8
5,0
5,1
Vietnam
6,68
6,21
6,81
.
Indonesia sebenarnya memiliki hampir semua hal yang membuat Vietnam berkembang pesat, seperti tenaga kerja yang (lumayan) murah yaitu $165.3 (Vietnam) sedang di Indonesia, khususnya Jawa Barat dimana terdapat 40 dari 70 kawasan industri di Indonesia, upah minimumnya adalah $115 per bulan. Bicara demografi, Indonesia memiliki usia median yang lebih muda dari Vietnam yaitu 28,3 tahun versi worldometer. Bicara fasilitasi industri yang disediakan juga Indonesia tak kalah jor-joran.
.
Bila Vietnam memberikan keringanan pajak dan pengecualian bea masuk atas barang-barang raw material, Indonesia menyediakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), Kawasan Berikat (KB), Pusat Logistik Berikat (PLB) dan masih banyak lagi. Lalu apa yang menjadi faktor pembeda hingga Presiden begitu kesal mengetahui kinerja ekspor Indonesia tertinggal oleh Vietnam.  
.
Sejak diberlakukannya gerakan Doi Moi atau (renovation) pada tahun 1986, maka Vietnam telah merubah sistem ekonominya yang semula tersentralisasi menjadi market oriented. Foreign Direct Investment (FDI) yang terus meningkat menjadi salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi Vietnam. Bila dalam sepuluh tahun terakhir Indonesia kalah dalam growth FDI saja, maka pada tahun 2016 net inflows FDI Vietnam sudah (berhasil) menyalip Indonesia.
.
Gambaran mudahnya investasi di Vietnam disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Vietnam, dimana proses perizinan tidak seperti di Indonesia yang harus melalui (terpusat) BKPM, melainkan dapat langsung dilayani di lokasi (kawasan industri). Bahkan Vietnam juga bisa menyediakan tanah dengan murah dan bahkan gratis untuk industri strategis.
.
Sesuai dengan survey World Bank atas kemudahan berusaha, Indonesia dengan peringkat 72 total membutuhkan 30 hari kerja untuk memulai usaha yang terdiri dari 11 prosedur. Sedang Vietnam di peringkat 68 membutuhkan 30 hari kerja yang sama namun hanya terdiri dari 9 prosedur.
.
Pentingnya infrastruktur dan kelancaran logistik disadari oleh Vietnam demi menjaga daya tarik investasi. Hal ini terbukti dari skor Logistic Performance Index (LPI) yang dipunyai Vietnam mampu menyaingi Indonesia yang notabene sudah lebih dulu terjun dalam kancah perdagangan internasional. Meskipun masih unggul dalam beberapa kategori seperti customs clearance, kompetensi logistik (customs broker dan transport operator) dan timeliness of shipments in reaching destination. Namun Vietnam lebih baik dalam kategori infrastruktur, international shipment dan ability to track and trace consignments, sehingga menempatkan Vietnam di peringkat 48 dengan skor 3,15 dibanding Indonesia pada posisi 53 dengan nilai 3,08 pada tahun 2014 versi World Bank.
.
Free Trade Agreement (FTA) juga berperan penting dalam kebangkitan ekonomi Vietnam. Perlu diketahui bahwa Vietnam telah melakukan perjanjian kesepakatan perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pacific (Trans-Pacific Partnership/ TPP) sejak tahun 2015. Bermodal perjanjian itu maka Vietnam bisa leluasa menembus pasar Amerika Serikat dan 10 negara lainnya. Hasil perjanjian tersebut sudah berdampak pada destinasi ekspor Vietnam yang 21% nya adalah ke Amerika Serikat dengan nilai $38.1B, bandingkan dengan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat yang hanya $16.2B pada tahun 2016 versi OEC.
.
Vietnam tampak agresif dalam mencari partner dagangnya, serta lihai dalam memaksimalkan potensi pasar terkini didunia. Perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang terindikasi menjadi negara tujuan ekspor pertama di dunia, berhasil dimanfaatkan Vietnam untuk ikut mengirimkan ekspornya ke sana. Terbukti dari destinasi ekspor Vietnam yang menempatkan Amerika Serikat di peringkat pertama (21%), sedang Indonesia hanya di posisi kedua setelah Tiongkok (11%).
.
Tidak puas dengan Amerika Serikat, Vietnam melebarkan sayap perdagangannya denganuni eropa dalam bentuk Vietnam-European Union Free Trade Agreement (VEUFTA). Keputusan yang jeli mengingat ada 5 negara eropa yang berada di Top 10 negara-negara tujuan ekspor dunia, sedang Indonesia masih berhenti pada perundingan ASEAN-EU pada tahun 2007.
.
Meski demikian, Indonesia sebenarnya juga tidak menutup diri atas perjanjian perdagangan bebas tersebut, terbukti pada tahun 2017 utilisasi FTA pada kegiatan impor mencapai 28%. Diharapkan pada tahun 2018 akan ada perundingan 11 FTA baru disusul 11 FTA baru lagi di tahun 2019.
FTA mungkin menjadi momok bagi industri dalam negeri terutama IKM, namun siap atau tidak siap sistem ekonomi Indonesia yang terbuka harus bisa bertahan dari gempuran perdagangan antar negara. Bagaimana Indonesia dapat mengambil kesempatan dalam FTA tersebut demi memajukan industri dalam negeri meskipun (memang) ada sisi negatifnya. Jangan sampai niatan untuk melindungi industri dalam negeri membuat industri domestik tidak tahan banting dan dikucilkan dalam kompetisi perdagangan dunia.
.
Faktor lain yang menjadi pembeda Vietnam atas Indonesia, yaitu faktor diversifikasi ekonomi yang berupa produk andalan ekspor dan negara tujuan ekspor. Menurut The Observatory of Economic Complexity (OEC), komoditas ekspor Vietnam banyak terdiri atas barang manufaktur seperti broadcasting equipment ($30.3B), integrated circuits ($10.8B), computers ($7.29B), leather footwear ($6.27B) dan textile footwear ($6.01B). Bandingkan dengan andalan ekspor Indonesia yang melulu barang komoditas alam yang berupa minyak sawit ($14.4B), batu bara ($11.9B), minyak dan gas ($6.22B), minyak mentah ($4.93B) and batuan berharga ($3.97B).
.
Komposisi barang ekspor tersebut juga lah yang menjadikan keuntungan tersendiri bagi Vietnam atas perubahan struktur ekonomi yang terjadi pada Tiongkok. Karena menurut Asian Development Bank (ADB) saat ini Tiongkok mulai menggeser hasil produksinya yang semula industri berbasis manufaktur menjadi industri dengan produk akhir bernilai tinggi. Perubahan struktur ekonomi Tiongkok bagai durian runtuh bagi perekonomian Vietnam namun tidak demikian bagi Indonesia.
.
Ekspor Indonesia yang minim barang manufaktur membuat Tiongkok tidak berpaling meskipun Tiongkok sama-sama salah satu negara tujuan ekspor utama bagi Indonesia (12%) dan Vietnam (10%). Tapi barang ekspor Vietnam yang dominasi hasil industri, menjadikannya sebagai pilihan yang pas bagi para pebisnis Tiongkok. Pada era penurunan harga komoditas seperti sekarang ini juga tidak terlalu memberikan efek terhadap ekspor Vietnam bahkan kinerja ekspor terhadap PDB-nya mampu berkontribusi sekitar 90%. Tidak demikian dengan Indonesia, yang ekspornya terpukul sebagai akibat pelemahan harga komoditas tersebut dan hanya mampu berkontribusi ke PDB hanya sekitar 20% saja.
.
Pelajaran yang dapat diambil dari Vietnam adalah bagaimana totalitas orientasi mereka terhadap ekspor. Industri dalam negeri didukung habis dengan kemudahan pasokan bahan baku dan fasilitas bagi investor asing sehingga tidak terlalu mengandalkan komoditas primer. Pemasaran hasil industrinya pun juga mereka benahi dengan menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan banyak negara yang membuat barang ekspor menjadi lebih kompetitif (murah). Terakhir adalah penyiapan logistik dan infrastruktur yang mumpuni guna menunjang kegiatan industri. Karena sebagus apapun konsep dan promosi atas kemudahan dan keunggulan investasi tanpa dibarengi logistik dan infrastruktur yang mumpuni adalah bagaikan memberikan sisir emas kepada Pierluigi Collina (wasit kontroversial asal Itali).
.

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...