Jumat, 14 September 2018

Cukai: Malu malu tapi mau...



Rokok bagi masyarakat
.
Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah seperti budaya, karena identik sekali antara orang Indonesia dengan rokok. Bahkan Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyebutkan bahwa lebih dari sepertiga atau 36.3% penduduk Indonesia adalah perokok. Menyedihkannya lagi, remaja dengan rentang usia 13-15 tahun 20 persennya sudah merokok.
.
Rokok dengan sifat adiktifnya membuat hampir setiap orang dapat menikmatinya, sehingga tidak ada batasan tertentu seseorang dapat menikmati rokok. Sadar dengan bahaya mudahnya rokok dikonsumsi diseluruh kalangan, pemerintah melalui  Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan beberapa pemerintah daerah (pemda), telah menggalakkan kampanye anti merokok.
.
Gerakan tersebut terasa sekali keberadaannya akhir-akhir ini. Mulai dari spanduk bahaya merokok, daerah larangan merokok hingga memuat gambar menyeramkan di kemasan rokok. Lebih jauh lagi bahkan ada beberapa pemimpin agama yang mengharamkan rokok. Intinya adalah rokok dan segala yang berhubungannya dengannya adalah buruk untuk kesehatan dan wajib dihindari.
.
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LDUI) Abdillah Hasan mengatakan bahwa harga rokok Indonesia adalah peringkat 12 termurah di dunia, bahkan untuk level Asia Tenggara harga rokok Indonesia hanya lebih baik dibanding Vietnam dan Filipina.
.
Pengertian cukai
.
Menurut UU No.39 Tahun 2007, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu dengan sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang. Sifat atau karakteristik dimaksud yaitu perlunya pengendalian konsumsi, pengawasan peredaran, dampak negatif ditimbulkan bagi masyarakat atau lingkungan hidup akibat pemakaiannya, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
.
Rokok jelas masuk dalam kategori tersebut, namun demikian sebagai informasi bahwa cukai terutama Cukai Hasil Tembakau (CHT) merupakan sumber penerimaan pajak terbesar ketiga setelah PPN dan PPh. Bahkan kontribusinya dalam penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai 80 persen. Sehingga segala yang terjadi terhadap cukai dipastikan dapat mempengaruhi pencapaian penerimaan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).
.
Pernah terdengar wacana harga rokok Rp. 50 ribu beberapa waktu lalu, yang menyebabkan kegaduhan nasional beberapa saat. Isu tersebut ditanggapi beragam oleh masyarakat. Bagi penggiat dan pekerja kesehatan tentu hal tersebut berita baik karena dapat mengurangi konsumsi rokok menurut mereka. Namun lain halnya dengan para produsen rokok yang menganggapnya sebagai mimpi buruk di siang bolong.
.
Ketergantungan akan penerimaan cukai dari hasil tembakau ini tentu tidak boleh berlanjut, karena ada batasan-batasan tertentu seperti faktor pengendalian konsumsi sebagaimana dibahas sebelumnya. Jalan keluar terbaik adalah dengan segera mencari barang kena cukai (BKC) baru dan segera dilaksanakan pemungutannya.
.
Kemasan plastik sebenarnya telah ditetapkan sebagai BKC, namun apa daya peraturan pelaksanaannya yang berlarut-larut membuatnya belum dapat berkontribusi pada penerimaan. Harapan muncul pada cairan rokok elektrik (vape) mengandung (essence) tembakau yang baru-baru ini telah dikenakan cukai sebesar 57 persen, meskipun pasarnya masih belum terlalu besar.  
.
Cukai filosofinya adalah pengendalian, utamanya terhadap eksternalitas negatifnya. Hal itu merupakan konsensus dunia yang tercantum dalam ‘pegouvian tax’, istilah yang diambil dari nama penggagasnya yaitu Arthur Pigou. Konsep pajak Pegouvian adalah menginternalisasikan eksternalitas, dimana konsepnya berbeda dengan pajak pada umumnya yang cenderung sebagai sumber penerimaan negara. Pengenaan pajak dimaksud bertujuan mengendalikan dampak (negatif) yang ditimbulkan, dan hasilnya (sebenarnya) digunakan sebagai penanganan dampaknya.
.
Cukai sumber penerimaan
.
Kebutuhan akan sumber penerimaan menjadi hal tersendiri bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Bahkan bagi K/L pembina, menginginkan industri hasil tembakau (HT) tetap tumbuh. Hal ini dikarenakan adanya kontribusi industri HT pada pendapatan asli daerah (PAD), serta banyaknya tenaga kerja yang diserap. Menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, pada th 2015 ada sekitar 6,1 juta tenaga kerja yang diserap di industri ini.
.
Di sisi lain, Kemenkes sangat berkeinginan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan mengusahakan pengurangan produksi HT. Riset Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) tentang rokok, dinyatakan bahwa konsumsi rokok pada orang tua dapat mengakibatkan anak stunting, yaitu kondisi kekurangan gizi kronis yang mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak. Kondisi stunting ini juga disebutkan dapat menyebabkan penurunan kecerdasan atau kognitif anak.
.
Kesimpulannya terdapat 2 pihak yang bertolak belakang atas isu rokok. Pertama penggerak kesehatan yang menyatakan bahwa rokok harus ditekan. Kedua adalah pihak pro-rokok seperti industri dan pemda yang berkepentingan atas unsur penerimaannya baik berupa pajak daerah maupun cukai.
.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berada di tengah-tengah (wasit) dan tidak berpihak. Peran Kemenkeu adalah melakukan interaksi dengan wakil rakyat di DPR saat penyusunan APBN. Sebagai informasi, bahwa APBN adalah kombinasi atas 3 hal. Pertama proses teknokrasi, seperti proses mengemukakan pendapat antara pihak pro-rokok vs anti-rokok. Kedua adalah proses administrasi, dimana terjadi proses perhitungannya seperti jumlah nilai yang akan dibagi ke daerah (DBH). Ketiga adalah proses politik, dimana perlu persetujuan (keterlibatan partai politik) DPR atas pengesahan APBN dalam bentuk UU.
.
Target penerimaan cukai pada APBN Tahun 2018 adalah sebesar Rp155,5 triliun, dengan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar RP148,23 triliun. Angka itu tentu bukanlah jumlah yang sedikit dan tidak mudah untuk dicapai. Salah satu upaya upaya yang akan ditempuh adalah penyesuaian tarif. Penyesuaian tarif itu adalah bentuk konkrit dari pengendalian, yang tentunya dilakukan dengan takaran yang sangat hati-hati (besaran tertimbang rata-rata 10,04%).
.
Angka (besaran tarif) tersebut dalam kacamata Kemenkes jelas belum cukup, karena targetnya adalah pengurangan (sebesar mungkin) konsumsi raokok. Namun sebaliknya bagi industri, besaran penyesuaian tarif itu dirasa terlalu tinggi karena mengakibatkan beban produksi yang bertambah.
.
Kemenkeu dalam hal ini DJBC telah melakukan exercise, dimana dengan penyesuaian tarif rata-rata 10,04 persen akan mampu mengurangi produksi rokok (batang) hingga 1,3 persen. besaran itu diambil dengan memperhitungkan semua faktor yang mempunyai kaitan, seperti kepentingan serapan tenaga kerja dan keberlangsungan industri. Alhasil, apabila terjadi penurunan produksi lebih besar dari perkiraan, maka bisa dianggap pengawasannya/pengendaliannya over dosis. Sebaliknya, apabila ternyata nanti penurunannya tidak sebesar perkiraan, maka kenaikan tarif tersebut dianggap kurang dosis.
.
Disinilah tugas berat menanti punggawa-punggawa DJBC, bola panas telah diberikan dan mau tidak mau harus diselesaikan. Peran sebagai wasit yang tak berpihak, bertambah dengan juga dituntut bijak dan cermat. Jangan sampai diujung pertandingan, wasit dipersalahkan atas kekalahan salah satu pihak bahkan menjadi kambing hitam atas tidak menariknya suatu pertandingan.
.
Wallhu a’lam 

#cukai
#bkcbaru
#penerimaancukai
#apbn2018
 


 

Kamis, 06 September 2018

Jangan salah minum obat…

Kondisi ekonomi 2018

Perekonomian dunia mulai mengalami perbaikan pada tahun 2017 yang lalu dimana berhasil tumbuh sebesar 3,8 persen, sedang pada tahun 2018 ini pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan mencapai 3,9 persen. Hal tersebut seharusnya berpengaruh baik terhadap perkonomian Indonesia, meskipun hanya sanggup tumbuh 5,1 persen saja pada tahun 2017.
.
Namun demikian pertumbuhan ekonomi global tersebut masih harus diwaspadai, karena dinamikanya yang tidak merata. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi dunia dimotori hanya oleh Amerika Serikat (AS) yang tahun ini diperkirakan tumbuh 2,8 persen atau lebih tinggi dari tahun 2017 yang hanya 2,3 persen. Sedangkan negara (maju) lainnya seperti negara di Eropa, Jepang bahkan Tiongkok rata-rata cenderung tertekan (menurun) pertumbuhannya.
.
Tumbuhnya ekonomi AS ditengarai disebabkan normalisasi kebijakan moneter, seperti kenaikan Federal Fund Rate (FFR) yang mengakibatkan peningkatan imbal hasil di negeri Paman Sam itu. Iming-iming tingginya imbal hasil itulah yang selanjutnya mengakibatkan arus modal berbondong-bondong keluar dari (rata-rata) negara emerging economies ke AS dan mendorong penguatan nilai tukar dolar AS.
.
Perekonomian nasional
.
Perekonomian Indonesia sedikit banyak juga terpengaruh kebijakan AS, akan tetapi perekonomian nasional masih akan sanggup tumbuh. Pemerintah telah menegaskan akan berkomitmen untuk terus melakukan penguatan fundamental dan stabilisasi ekonomi. Komitmen tersebut sangat penting karena pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih dikontribusi permintaan domestik yang berasal dari konsumsi rumah tangga (RT).
.
Dalam upaya mendorong konsumsi RT, pemerintah nampak masih menggunakan kebijakan stimulus fiskal, berupa bantuan sosial (bansos) yang jumlahnya mengalami kenaikan 68 persen pada Triwulan II tahun 2018 ini. Tetapi jangan lupa, pemerintah juga harus menjaga momen pelaksanaan pemilu karena pesta demokrasi itu mampu mendorong pertumbuhan konsumsi. Terbukti pada pelaksanaan pemilu tahun 2009 dan 2014, tidak hanya konsumsi RT saja yang tumbuh namun juga konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani RT (LNPRT) masing-masing sebesar 24,1 persen dan 22,4 persen pada Pileg, serta 4,7 persen dan 5,8 persen pada Pilpres.
.
Pemerintah berkali-kali meyakinkan masyarakat kalau perkonomian nasional masih di kisaran aman, namun apakah tercermin dalam transaksi berjalannya? Transaksi berjalan nasional sebenarnya defisit sejak lama, seperti pada tahun 2016 dan 2017. Pada kedua tahun itu, current account defisit (CAD) masing-masing adalah minus USD 17 miliar dan minus USD 17,3 miliar. Beruntungnya dikedua tahun itu kondisi CAD masih dapat dibiayai oleh transaksi modal dan finansial yang berupa investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) dan investasi portofolio, sehingga persentasenya terhadap PDB masih relatif kecil (dibawah 2 persen).
.
Kondisi saat ini, CAD Indonesia persentasenya sudah berada di kisaran 3 persen terhadap PDB. Situasi ini disebabkan karena transaksi modal dan finansial tidak sanggup menutup defisit pada transaksi berjalan dikarenakan tergerusnya investasi portofolio yang disebabkan tergiurnya para pemilik modal yang mencari imbal balik lebih tinggi (efek FFR).
.
Neraca Perdagangan (NP) yang mengalami defisit dan mulai kronis menjadi sorotan akhir-akhir ini karena ditengarai menjadi kambing hitam CAD. Pemerintah menganggap bahwa volume impor yang terlalu deras menjadi akar masalah dari situasi tersebut.  Bagaimana tidak, sejak awal tahun 2018 ini, nilai impor berada rata-rata di atas pertumbuhan ekspor. Tercatat hanya 2 kali saja nilai ekspor dapat mengungguli nilai impor, yaitu di bulan maret dan juni sedang dibulan lainnya impor merajalela.
.
Kondisi perekonomian nasional bisa digambarkan situasinya sebagai seseorang yang sedang sakit. Kondisi sakit itu diketahui dari gejala yang ditimbulkan berupa demam atau panas tinggi. Kondisi negara saat ini memperlihatkan gejala-gejala (sakit) yang apabila diabaikan berpotensi mengakibatkan krisis.  Beruntung pemerintah sadar dan segera mengambil tindakan pengobatan terhadap gejala-gejala tadi sambil secara berkelanjutan mengobati penyakit utamanya yang sudah tentu tidak dapat dilakukan segera.
.
Situasi ekonomi nasional
.
Penyakit perekonomian nasional adalah kondisi transaksi berjalan yang selalu defisit, namun hal itu tidak dapat disembuhkan dalam waktu yang singkat karena bersifat struktural. Akan tetapi diwaktu yang sama pemerintah harus segera menurunkan demam (gejala) akibat penyakitnya, dalam hal ini defisit neraca perdagangan dimana pertumbuhan impor yang jauh meninggalkan pertumbuhan ekspor.
.
Pemerintah mengklaim telah mempersiapkan obat untuk demam tersebut seperti melalui kebijakan Biodiesel (B-20) yang dilaksanakan per 1 September 2018, serta menyusul kemudian  adalah dengan pengendalian derasnya impor melalui instrumen Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor.
.
Masuk akal bila pemerintah memilih untuk mengendalikan arus impor, terutama barang konsumsi. Hal tersebut didasari bahwa sepanjang semester 1 tahun 2018, pertumbuhan impor barang konsumsi melejit sebesar 13,59 persen di antara impor barang produktif lainnya seperti barang modal yang 13,14 persen dan bahan baku/penolong yang 12,05 persen.
.
Namun demikian, tindakan preventif (pengendalian impor) tersebut bisa dibilang sangat berani (riskan) mengingat 90 persen lebih aktivitas impor memiliki keterkaitan dengan industri. Bahkan pada akhir bulan Juli 2018 lalu, pertumbuhan impor yang 12,43 persen, sebanyak 10,64 persennya berasal dari sektor industri pengolahan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan tersebut tentunya termasuk semua kategori impor BEC.
.
Kemudian, apabila dikatakan bahwa kinerja impor melejit terlalu tinggi dimana pada bulan Agustus 2018 ini nilai devisa impor mencapai USD 16,93 miliar. Padahal apabila dirata-rata kinerja impor bulanan sepanjang tahun 2018 ini sebesar USD 15,46 miliar, sehingga bisa dikatakan impor pada bulan Agustus 2018 sedikit saja di atas rata-rata. Karea bila dibandingkan secara month to month (mtm), kinerja impor Agustus 2018 turun drastis dibanding bulan Juli 2018 yang mencapai USD 18.23 miliar.
.
Walaupun langkah pengendalian impor hanya terhadap impor barang konsumsi saja, tetap harus menjadi perhatian bahwa industri tidak hanya mengimpor bahan baku/penolong dalam menjalankan produksinya. Sebagai contoh pada industri barang logam, yang merupakan salah satu Top 10 Performers industri pengolahan, 23 persen impornya merupakan barang konsumsi. Industri mesin bahkan 60 persen impornya berupa barang konsumsi, mengalahkan impor bahan bakunya yang hanya 35,95 persen.
.
Melihat tingginya ketergantungan terhadap impor, tidak mengherankan jika keputusan pemerintah untuk mengendalikan impor menarik perhatian khususnya dunia industri. Beberapa waktu setelah pengumuman kebijakan itu, tumbuh berbagai spekulasi tentang komoditas-komoditas yang termasuk dikendalikan.
.
Harus disadari bahwa aktivitas impor merupakan konsekuensi dari tumbuhnya perekonomian suatu negara bahkan inflasi pun juga termasuk di dalamnya, hanya memang harus terkendali. Kinerja impor Indonesia terus meningkat sejak tahun 2015, dimana tahun tersebut merupakan pertumbuhan terendah dalam 6 tahun terakhir.
.
Tercatat pertumbuhan impor tahun 2015 minus -22,86 persen. Namun kemudian beranjak membaik menjadi -10,91 persen di tahun 2016, 15,74 persen di tahun 2017 dan 13,40 persen hingga bulan Agustus 2018. Pertumbuhan ekonomi pun mempunyai tren yang serupa, dimana pada tahun 2015 sebesar 4,79 persen dan tumbuh menjadi 5,02 persen di tahun 2016, lalu menjadi 5,07 di tahun 2017, dan 5,27 persen hingga kuartal II tahun 2018.
.
Yang ingin Saya sampaikan bahwa pertumbuhan impor adalah hal yang lumrah bagi suatu negara yang sedang tumbuh ekonominya, yang perlu dikhawatirkan adalah bagaimana sektor industri dan kinerja ekspornya?
.
Ekspor Indonesia masih didominasi komoditas primer dan olahan primer. Meskipun ekspor non migas berupa ekspor manufaktur mendominasi kinerja ekspor, namun produk manufaktur tersebut adalah olahan produk primer, terbukti pada Top 5 komoditas ekspor manufaktur adalah besi dan baja dasar, logam dasar mulia, dan bubur kertas.
.
Indonesia harus segera merestruktur produk ekspornya menjadi produk ekspor yang “benar-benar” barang manufaktur. Hal ini menjadi penting karena pergeseran struktur industri Tiongkok yang memilih untuk menjadi pembuat produk “high valued”, harus dapat diambil momentumnya. Bila di atas tadi kita membahas penyakit ekonomi nasional, maka struktur ekspor juga harus mendapat perhatian ‘pengobatan’ meskipun memerlukan waktu yang tidak sebentar.
.
Semoga obat pereda panas ini benar-benar hanya treatment sementara, karena itu adalah pertaruhan yang besar dimana ada risiko inflasi dan perlambatan pertumbuhan bahkan berpotensi menimbulkan tindakan retaliasi. Harapan kami, jangan sampai obat panas tadi membuat kita menjadi lupa untuk mengobati penyakit kanker (negeri ini), atau malah dipakai nyembuhkan kanker….. naudzubillahi mindzalik.
.
Wallahu a’lam

#ekonominasional
#CAD
#pertumbuhanekonomi
 

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...