Rabu, 28 Maret 2018

Utang


Utang
oleh: gatotpriyoharto
.
Allahumma inni a’udzubika minal hammi wal hazan, wa a’udzubika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’udzubika minal jubni wal buhkl, wa a’udzubika min ghalabatid-daini wa qahrir-rijaal’, Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan utang dan kesewenang-wenangan orang. Doa di atas adalah doa yang senantiasa diucapkan Rasullah yang diantaranya adalah berlindung dari jeratan utang (riwayat Imam Al Bukhari).
.
Utang memang sedang trending topic akhir-akhir ini di Indonesia, bahkan ekonom senior Institute for Development for Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri ikut meramaikan dengan berkomentar bahwa saat ini pemerintah terlalu mengobral utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) yang cenderung dikuasai oleh pihak asing.
.
Tapi ketahuilah bahwa saat ini utang negara yang sekitar Rp.4.000 T itu, kata Ibu Menteri Keuangan 70 persennya dikuasai oleh masyarakat Indonesia. Kemudian jumlah rasionya yaitu 2,9 persen masih jauh dibawah batas maksimal rasio utang yang diamanatkan UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang 60 persen.
.
Frederico Gil Sander ekonom utama World Bank di Indonesia mengatakan bahwa utang Indonesia masih yang terendah diantara negara-negara emerging maupun advanced secara ekonomi, utang ini juga didukung oleh pengelolaan yang baik sehingga tidak rentan dengan risiko fiskal. 
.
Bila saat ini pemerintah gencar diterpa isu utang, bagaimana dengan pemerintahan sebelumnya. Apakah para presiden era sebelumnya tidak melakukan utang atau sebaliknya? Atau rezim manakah yang mempunyai utang terbesar?
.
Sebelum menjawab pertanyaan itu, baiknya disamakan dahulu konsep beban utang. Sebagai analogi, bahwa saat seseorang mengajukan kredit biasanya lembaga keuangan akan memerhitungkan penghasilan tetap bulanan ybs. Karena lembaga keuangan tersebut kemungkinan besar hanya memberikan pinjaman yang angsuran bulanannya tidak lebih besar 30 persen dari penghasilan tetap bulanan.
.
Sebagai contoh, bila seseorang mengajukan pinjaman uang 100 juta yang angsurannya 5 juta per bulan padahal penghasilannya hanya 9 juta, dimana angsurannya adalah 50 persen dari penghasilannya maka kemungkinan besar akan di tolak. Atau mungkin disesuaikan jangka waktunya hingga angsurannya bisa dibawah 3 juta (30 persen penghasilan).
.
Pun demikian dengan utang negara, bijaknya kita perlu mempertimbangkan faktor rasio utang terhadap PDB (pendapatan negara), dan bila mungkin faktor fundamental apa yang mendasari dilakukannya utang tersebut.
Tahun
Presiden
PDB
Utang
Rasio
1998
Suharto
996 T
551 T
57,7%
1999
BJ Habibi
1.099 T
939 T
85,4%
2001
Gus Dur
1.491 T
1.271 T
77,2%
2004
Megawati
2.303 T
1.298 T
56,5%
2014
SBY
10.543 T
2.609 T
24,7%
2018
Jokowi
13.589 T
3.959 T
29,1%

.
Utang negara pada zaman Presiden Suharto banyak terjadi diakhir masa jabatannya, yaitu saat Indonesia memasuki krisis moneter. Saat itu utang Indonesia mencapai Rp551 triliun sedang PDB masih Rp996 triliun, sehingga rasionya 57,7 persen. IMF yang waktu itu menjadi partner utang Indonesia memberi sejumlah syarat seperti penutupan bank, pengetatan moneter, pemberian BLBI dan lain-lain. Namun demikian, rezim orde baru lah yang merubah struktur ekonomi Indonesia dari negara agraris menjadi semi industri.
.
Bila dilihat rasio utang, maka era Presiden BJ Habibie lah sebenarnya posisi beban utang negara yang paling berat. Posisi utang melonjak hingga Rp939 triliun disaat PDB meningkat tipis Rp1.099 triliun saja, alhasil rsio utang mencapai 85 persen. Namun demikian, pada saat itu negara sedang memasuki kondisi darurat atau krisis moneter yang mengharuskan negara untuk utang dalam rangka melewati krisis dimaksud. Alhamdulillah nilai tukar rupiah terhadap dolar pun bisa menguat Rp. 6.500 padahal sempat mencapai Rp. 14.800. Bahkan beliau bersikukuh untuk tetap tidak mau menaikkan harga premium dan solar yang Rp.1000 dan Rp.550, padahal IMF pada saat itu menyarankan untuk menghapus subsidi BBM.
.
Pada era Presiden Abdurrahman Wahid, ekonomi Indonesia tumbuh luar biasa meskipun masih terwarisi utang. Utang masih dilakukan (Rp1.271 triliun) namun menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang (-)3 persen diawal pemerintahannya menjadi melompat hingga dilevel 3.6 persen dalam waktu kira-kira 2 tahun masa kepemimpinannya. Hal ini terlihat dari peningkatan nominal PDB yang sekitar Rp400 triliun dan rasio utang yang turun menjadi 77,2 persen. Bahkan koefisien gini rasio mampu menyentuh angka 0.31, bandingkan dengan gini rasio tahun 2017 versi BPS yang masih 0.391.
.
Era Presiden Megawati perekonomian masih compang camping, tapi langkah berani dilakukan dengan mengakhiri program reformasi yang bekerjasama dengan IMF yang dilanjutkan dengan memprivatisasi perusahaan negara serta mendivestasi bank dalam rangka menutup defisit anggaran negara. PDB berhasil menembus angka Rp2.303 triliun meskipun utang masih stabil di Rp1.298 triliun. Terbitnya Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi paska selesainya program IMF, sehingga pertumbuhan ekonomi membaik (PDB tumbuh sekitar Rp900 triliun) dengan nilai tukar rupiah yang menguat dan turunnya inflasi.
.
Pada 2 periode pemerintahan SBY terjadi lonjakan jumlah utang sekitar Rp1.200 triliun, akan tetapi dibarengi juga dengan lompatan PDB yang hampir 5 kali lipat atau Rp10.543 triliun. Pertumbuhan ekonomi dimasa pemerintahan SBY berada di level 6 persen, sempat sekali diangka 4.6 persen pada tahun 2009 yang merupakan dampak krisis tahun 2008. Daya beli atau konsumsi masyarakat menjadi perhatian utama rezim SBY, terbukti dengan beberapa kali mengeluarkan bantuan tunai dan pemberian subsidi kepada masyarakat.
.
Bagaimana dengan utang dimasa Presiden Joko Widodo? Kebijakan utang dalam APBN juga ditujukan untuk membantu membangun pendalaman pasar keuangan dan obligasi di dalam negeri. Jadi utang tidak hanya sebagai alat menambal defisit belanja pemerintah, namun juga sebagai alternatif instrumen investasi bagi masyarakat Indonesia, begitu kata Menteri Keuangan.
.
Pengelolaan utang dilakukan dengan sangat hati-hati dan kredibel sehingga dapat menghasilkan output yang bermanfaat. Defisit fiskal Indonesia yang (-)1.7 persen mampu menghasilkan pertumbuhan PDB sebesar 5.17 persen. Jauh lebih baik daripada Turki yang mempunyai rata-rata defisit fiskal (-)2.1 persen dan hanya menghasilkan pertumbuhan 4.8 persen.
.
Menurut Menteri Keuangan, utang adalah untuk investasi manusia dan investasi infrastruktur. Dan ini adalah untuk membuat Indonesia menjadi makin kuat, makin sejahtera, sehingga aspek untuk membayar kembali itu terjaga. Kalau menurut saya, masing-masing rezim pemerintahan (Presiden) sejatinya tidak ingin berutang. Walaupun terpaksa, utang yang dibuat dipastikan untuk kemaslahatan rakyatnya. Karena bagi mereka UTANG adalah Upaya TerAkhir NeGara.
.
Wallahu a’lam

#utang
#apbn





Tautan bermanfaat:

Kamis, 15 Maret 2018

AADR (ada apa dengan rupiah)


AADR (ada apa dengan rupiah)
oleh Gatotpriyoharto

Kecemasan rupiah terus terpuruk melanda sejumlah pengamat, seperti Hasan Zein Mahmud (ekonom dan mantan Kepala BEJ) yang mengingatkan kecenderungan rupiah yang terus terdepresiasi akhir-akhir ini yang sempat menyentuh Rp. 13.800 per 1 dollarnya. Menurut beliau, alasan depresiasi rupiah yang dikarenakan tekanan eksternal seperti isu kenaikan Federal Fund Rate (FFR) adalah implausable. Isu ya bukan hoax...hehehe.
.
Beliau menganggap defisit neraca perdagangan lah biang kerok dari pelemahan rupiah, meskipun menurut beberapa kalangan ada andil juga faktor eksternal (FFR) tersebut. Kejadian tahun 2011 menjadi mirroring atas situasi yang kini tengah terjadi, dimana pada saat itu tekornya neraca perdagangan jadi faktor penting yang menyebabkan anjloknya rupiah. Kayak kereta aja anjlok....
.
Sebenarnya ada benarnya juga, namun seperti diketahui bahwa pada tahun 2011 Amerika dan negara eropa sedang mengalami krisis finansial. Mungkin dampak krisis tersebut tidak langsung menjerat Indonesia ke dalamnya, namun melalui mitra dagang seperti Tiongkok dan Jepang serta India. Kalau saya tahun 2011 ada di Belawan, heheeh ga penting ya.
.
Akibatnya ekspor bahan baku tentunya menjadi melemah ke Eropa, dan disaat yang sama Tiongkok dan India tetap butuh pasokan bahan mentah dan sumber energi dari Indonesia. Akan tetapi resesi di Eropa dan AS telah mengakibatkan penurunan permintaan dan harga saat itu.
.
Sedang yang terjadi saat ini adalah Amerika dan negara eropa sudah dalam tahap perbaikan ekonomi, bahkan Amerika sudah memberi sinyal perang dagang dengan mitra-mitra dagangnya yang secara tidak langsung menggambarkan kekuatan dan tingkat sustainability ekonominya.
.
Harus diakui memang februari ini indikator ekspor dan impor menunjukkan indikasi penurunan dibanding januari tahun yang sama (mtm), namun bila diteliti lebih lanjut sepertinya lebih disebabkan oleh sedikitnya jumlah hari kerja di bulan februari yaitu 19 hari dibanding januari yang 22 hari, sepele ya.... karena ekspor secara yoy sejatinya tumbuh 11.76%.  
.
Pelemahan mata uang juga sebenarnya tidak hanya dialami oleh rupiah kok, ada beberapa mata uang negara lain yang mempunyai neraca perdagangan lebih baik dari Indonesia juga mengalami hal serupa, seperti krona Swedia, dolar Australia dan Kanada. Dilevel negara berkembang juga ada lho, Indonesia yang melemah 2.6% ditemani India yang melemah 2.4% dan Filipina 1.5%. dan sepertinya fenomena di atas mirip dengan keadaan tahun 2013 saat Fed berencana menaikkan suku bunganya.
.
Kesimpulannya, pelemahan nilai mata uang rupiah beberapa akhir belakangan ini, dimana telah melebihi asumsi APBN 2018 yang Rp. 13.400 (mudah-mudahan) bukan berasal dari faktor fundamental ekonomi yang berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia. Akan tetapi (semoga) lebih banyak disebabkan berasal dari tekanan eksternal.
.
Defisit neraca perdagangan yang berawal dari desember 2017 yang USD -0.22 miliar yang melebar -0.67 miliar di januari 2018, mulai membaik menjadi -0.06 miliar di bulan februari 2018. Bila dianalogikan sebagai proses kesembuhan penyakit demam berdarah (naudzubillahi mindzalik) yang seperti pelana kuda, maka kondisi tersebut (semoga) menjadi awal membaiknya sang rupiah. Aamiin.
.
Wallahu a’lam


Tautan bermanfaat:

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...