Kamis, 09 Agustus 2018

Perubahan Paradigma Demi Kejayaan Bangsa

Peran DJBC
.
Jangan pernah lelah mencintai negeri ini, begitu pesan Menteri Keuangan pada seluruh jajarannya pada suatu kesempatan. Negeri ini memang indah, terbukti dari banyaknya masyarakat yang hobi sekali jalan-jalan mengeksplorasi keindahan ibu pertiwi, baik traveling dengan koper maupun ransel.
Saat bepergian menikmati indahnya alam Indonesia, banyak yang tidak sadar bahwa kita semua terbantu oleh sarana dan prasarana yang mengantarkan dan memfasilitasi. Mulai dari tersedianya bandar udara, jalan raya, jembatan hingga teknologi informasi yang memudahkan urusan perjalanan.
.
Lalu apa hubungannya Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dengan itu semua? Hubungan DJBC dengan ketersediaan semua sarana dan prasanana itu adalah melalui sumbangsih penerimaan yang kemudian digunakan pemerintah membiayai pembangunan. Sebagai informasi bahwa  realisasi pendapatan negara tahun 2017 lalu yang Rp1.655,8 triliun, sebesar 23 persennya atau Rp387,9 triliun merupakan jumlah yang berhasil dikumpulkan DJBC. Bahkan bila dilihat dari sisi pendapatan perpajakan yang Rp1.472,7 triliun, maka DJBC berkontribusi hampir 30 persen.
.
Penerimaan atau Revenue Collector sejatinya hanyalah salah satu fungsi dari DJBC, masih banyak fungsi lainnya seperti Industrial Assistance, Trade Facilitator dan Community Protector. Namun sepertinya pandangan masyarakat tentang BC selama ini mungkin melulu sebagai pemberantas penyelundupan atau tidak jauh dari urusan narkoba.
.
Fungsi-fungsi tersebut bila diperhatikan sepintas memang fungsi yang saling berlawanan. Menteri Keuangan juga sempat menyebut bahwa DJBC telah melaksanakan peran yang mirip dengan apa yang beliau sebut The Impossible Trinity atau hal-hal yang saling bertentangan. Karena mana ada institusi di dunia ini yang bisa menjalankan secara bersama-sama antara fungsi pengawasan (Community Protector) dan pelayanan (Trade Facilitator, Industrial Assistance) serta penerimaan (Revenue Collector). Kalau Saya dan istri sih sudah biasa, dimana saya sebagai suami melaksanakan fungsi pelayanan dan penerimaan alias pencari nafkah dan istri saya melaksanakan fungsi pengawasan yang selalu mengawasi gerak gerik saya, hehehe.
.
Perubahan paradigma
.
Dahulu, DJBC mempunyai mindset yang melulu fungsi penerimaan. Paradigma tersebut pada dasarnya mulia karena selalu mengupayakan bagaimana memaksimalkan segala potensi yang dapat menyumbang penerimaan negara, baik berupa bea masuk (BM), bea keluar (BK), maupun cukai.
Paradigma ini bisa dianalogikan sebagai paradigma pemetik buah, dimana hanya berorientasi pada hasil yang akan didapat tanpa memikirkan kondisi pohon yang diambil atau dipanen buahnya.
Apakah terjaga sehat sehingga masih dapat dipanen, atau sudah terserang hama. Sikap apatisnya terhadap kondisi pohon mengakibatkan tidak menutup kemungkinan dikemudian hari panen yang didapat tidak sebanyak panen sebelumnya, karena kondisi pohon yang tidak dirawat.
.
Pun demikian dengan DJBC dahulu yang hanya berkonsentrasi mengumpulkan penerimaan kepabeanan dan cukai tanpa memikirkan keadaan ataupun kondisi para stakeholder-nya. Kondisi para stakeholder tidak dianggap penting, apakah masih bertahan atau malah memburuk bahkan gulung tikar. Bila terjadi pada banyak perusahaan, maka dipastikan capaian penerimaannya pun akan berkurang.
.
Bagaimana dengan paradigma penanam pohon? Logikanya, setiap penanam pohon tentu memiliki rasa ingin merawat tanamannya. Dia pasti akan selalu memberikan pupuk dan menyirami tanamannya secara teratur. Lebih jauh lagi, seorang penanam pohon akan selalu memperhatikan kesehatan tanamannya, sehingga dia akan menjaga tanamannya dari serangan hama penyakit.
.
Paradigma penanam pohon inilah yang sekarang sedang berusaha ditanamkan pada seluruh jajaran DJBC, sehingga dapat menumbuhkan sifat atau rasa mengayomi para pengguna jasanya. Perusahaan tidak lagi diposisikan sebagai sapi perahan yang hanya diharapkan kontribusinya pada penerimaan negara. Namun kini DJBC menempatkan posisinya sebagai mitra bagi para perusahaan, sehingga memberikan perhatian akan keberlangsungan usaha para stakeholder-nya.
.
Proses merawat tanaman pada paradigma penanam pohon, diterjemahkan sebagai peran “Trade Facilitator” dan “Industrial Assistance”. Pada kedua peran tersebut, DJBC menyediakan sejumlah fasilitasi atau kemudahan dengan harapan perusahaan semakin berkembang dan berkontribusi lebih besar pada perekonomian nasional.
.
DJBC akan selalu memberikan pelayanan terbaik dengan memberikan prosedur yang jelas dan mudah serta menyediakan fasilitasi demi perkembangan industri dalam negeri. Fasilitas yang disediakanpun tidak hanya berupa insentif fiskal seperti Kawasan Berikat, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), atau Pusat Logistik Berikat (PLB) saja, namun juga prosedural seperti Authorized Economic Operator (AEO) serta Pertukaran Data Elektronik (PDE) Manifest.
.
Begitu juga dengan EODB, yang pasti sudah tidak asing bagi kita semua. EODB atau Ease of Doing Business  adalah survey tahunan yang dilaksanakan Bank Dunia yang mencerminkan daya tarik investasi dari segi kebijakan pemerintah. Presiden dalam suatu kesempatan jumpa pers sempat membanggakan peringkat EODB Indonesia yang sekarang ada di posisi 72. Menurut Bank Dunia, DJBC turut berperan penting dalam pencapaian tersebut, yaitu terkait sistem Single Billing/Single Payment dalam pembayaran BM dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang dianggap sebagai kunci kinerja trading across border alias perdagangan lintas negara.
.
Upaya penanam pohon dalam melindungi tanamannya dari serangan hama penyakit, dianalogikan sebagai peran pengawasan atau “Community Protector”. Fungsi ini jelas tidak kalah penting dengan peran-peran sebelumnya. Karena pada peran pengawasan ini, DJBC selalu melakukan pengawasan atas keluar masuknya barang ekspor maupun impor secara profesional. Hal tersebut demi memastikan bahwa tidak ada barang yang terlarang atau ilegal yang berpotensi membahayakan baik bagi masyarakat maupun industri dalam negeri.
.
Hingga pada akhirnya peran penerimaan atau “Revenue Collector” sebagai muara dari paradigma penanam pohon tersebut. Peran ini tentu penting, namun menjaga kondisi industri dalam negeri dan perekonomian nasional untuk terus tumbuh menjadi prioritas utama.
.
Tantangan penerimaan
.
Hak negara atas penerimaan merupakan resultansi dari pelayanan dan perhatian yang telah diberikan terhadap industri dalam negeri. Kelancaran transaksi perdagangan ekspor dan impor yang disertai pengawasan yang efektif diyakini mampu mendorong perekonomian dan berkontribusi pada meningkatnya pendapatan negara.
.
Tantangan dan rintangan pasti akan tetap ada, apalagi dengan kondisi geopolitik dan perekonomian glogal yang sedang tidak menguntungkan posisi Indonesia. Trade war atau perang dagang Amerika Serikat dengan Republik Rakyat Tiongkok, saat ini menjadi concern terbesar ekonomi dunia tidak terkecuali Indonesia.
.
Penerimaan BM menghadapi ancaman dengan semakin banyaknya kegiatan importasi yang komoditasnya mempunyai tarif nol persen, ditambah semakin tingginya utilisasi skema Free Trade Agreement (FTA) dari tahun ke tahun. Bea keluar masih terkendala rendahnya harga pada komoditas di pasar dunia, seperti komoditas primadonanya yaitu Crude Palm Oil (CPO), yang masih berada di bawah harga patokan ekspor. Sedangkan cukai, terbatasnya barang kena cukai (BKC) masih menjadi faktor utama dalam upaya meningkatkan penerimaan.
.
Bagaimanapun juga “the show must go on”, dan pimpinan beserta seluruh jajaran DJBC telah berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Program reformasi kepabeanan dan cukai menjadi bukti konkritnya. DJBC dimana tidak hanya mereformasi para stakeholder­ maupun lingkungan strategisnya (PIBT, PCBT dan PEBT), namun juga berkomitmen mereformasi budaya kerja internal organisasinya.
.
Semoga DJBC mampu terus melaksanakan ke 4 perannya secara maksimal. Optimal dalam melayani industri dan mendorong ekonomi melalui peran Industrial Assistance dan  Trade Facilitator, dengan memberikan fasilitasi-fasilitasi. Optimal dalam melindungi masyarakat sesuai peran Community Protector, dengan mengamankan segala bentuk penyelundupan barang berbahaya dan ilegal ke dalam negeri. Serta optimal dalam memberikan dukungan penerimaan demi kelanjutan pembangunan negeri.
.
Ada sebuah pepatah bijak yaitu “hasil tidak akan menyelisihi usaha”, sehingga kami yakin bahwa semua yang telah dan akan dilakukan DJBC dalam melaksanakan peran-peran pentingnya, Insha Allah dapat membuat Indonesia menjadi makin baik.
.
Wallahu a’lam.

#beacukai
#perubahanparadigma
 #perandjbc


Jumat, 03 Agustus 2018

LPI naik, kinerja baik?

LPI nasional.
Ada kabar baik untuk negeri tercinta pada beberapa waktu lalu, yaitu kabar membaiknya peringkat kinerja logistik Indonesia yang kerap disebut sebagai logistic performance index (LPI), yang diselenggarakan oleh World Bank. LPI adalah suatu global benchmark untuk menghitung atau menilai kinerja logistik , sehingga diharapkan dapat membantu suatu negara mengidentifikasi serta menindaklanjuti tantangan dan peluang yang dihadapi berkaitan dengan kinerja logistik perdagangannya. Penilaian LPI dilakukan atas 6 kategori yang meliputi customs atau border control access, infrastruktur, daya saing jasa logistik, dan service delivery performance outcomes yang meliputi timeliness, international shipments dan tracking and tracing.
.
Logistik sendiri, merupakan tulang punggung dari perdagangan internasional yang mampu menghubungkan faktor-faktor pendukungnya, seperti  global value chains, fasilitas perdagangan, transportasi multimoda dan distribusi, serta sustainability. Namun demikian, kunci dari saling keterhubungan faktor-faktor di atas adalah rantai pasokan (supply chain) yang efisien.
.
Bicara tentang kinerja logistik dunia, sudah dimahfumi bahwa terdapat  kesenjangan atau gap antara negara berkembang dengan negara maju. Namun demikian, dalam beberapa tahun belakangan ini negara-negara berkembang sudah mulai memperbaiki kinerja logistiknya sedikit demi sedikit untuk mengejar ketertinggalannya, meskipun mengalami kendala yang cukup komplek.
.
Rangking LPI Indonesia pada tahun 2018 meningkat lebih baik menjadi peringkat 46 dari 163 negara dengan nilai 3,15. Peringkat ini lebih baik 17 posisi dari rangking LPI tahun 2016 lalu yang berada di level 63 dengan nilai 2,98. Pada survei tahun 2016, tracking and tracing merupakan kategori terbaik dengan menduduki rangking ke 51 dengan nilai 3,19 sedang kategori infrastruktur menjadi yang terburuk dengan posisi 73 dengan nilai 2,65.
.
Bila dicermati, terdapat beberapa hal penting yang bisa menjadi perhatian atas survei tahun 2016 dan 2018, yaitu 1) Posisi kategori infrastruktur dibanding kategori lainnya; 2) Posisi Indonesia di antara negara ASEAN; dan 3) Perubahan peringkat masing-masing kategori penilaiannya.
.
Kinerja logistik nasional
.
Kita ketahui bersama bahwa pemerintahan saat ini, menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur yang proses pembangunannya membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan manfaat yang diperoleh juga tidak serta merta dapat dinikmati. Hal itu bisa menjadi faktor yang mempengaruhi mengapa infrastruktur berada di posisi terbuncit dibanding kategori lainnya. Akan tetapi hasil pembangunan infrastruktur mulai menampakkan hasilnya di tahun 2018, terbukti dengan peningkatan poin yang signifikan dari 2,65 menjadi 2,9 di posisi 54.
.
Bagaimana dengan kinerja logistik Indonesia di antara negara-negara ASEAN? Pada survei tahun 2016, LPI Indonesia berada di posisi ke-4 setelah Singapura, Malaysia dan Thailand serta lebih baik sedikit dibanding Vietnam. Namun pada survei kali ini World Bank menempakan Indonesia di posisi ke-5 setelah disalip oleh Vietnam yang berhasil menempati peringkat 39 dunia. Kinerja yang luar biasa bagi Vietnam, dimana sebelumnya berada hanya satu peringkat di bawah Indonesia yakni 64. Namun bisa melompat 25 posisi sekaligus juga berhasil melewati Malaysia yang turun ke posisi 41 di level dunia. 
.
Nilai masing-masing kategori LPI pun juga terjadi dinamika antara versi tahun 2016 dengan tahun 2018. Pada survei tahun 2016, bila diurutkan sesuai rangking kategorinya maka tracking and tracing menjadi nomor 1 disusul oleh daya saing logistik, timeline, customs, international shipment dan infrastruktur. Namun versi tahun 2018 susunannya berubah dengan tracking and tracing tetap diurutan pertama disusul kemudian oleh timeline, international shipment, daya saing logisik, infrastruktur dan customs.
.
Pemerintah bisa sedikit lega karena pembangunan infrastruktur yang digalakkan sejak tahun 2014 lalu mulai dapat memberikan kontribusi. Kontroversi pembiayaan atas pembangunan infrastruktur, ternyata tidak mempengaruhi proses pembangunan yang diyakini dapat mendorong sektor industri dan meningkatkan daya tarik investasi, yang pada akhirnya menumbuhkan perekonomian nasional. Paling tidak, perbaikan peringkat LPI dapat menjadi indikasi awal keberhasilan pembangunan infrastruktur.
.
Peningkatan peringkat LPI Indonesia memang patut disyukuri, karena bisa menjadi bukti pengakuan dunia atas hasil kerja pemerintah. Namun demikian, kerja belum selesai karena sebenarnya posisi Indonesia tidak menjadi lebih baik di kawasan ASEAN. Indonesia melorot ke peringkat 5, padahal sebelumnya mampu bertengger di posisi ke-4. Bangsa ini memang patut mencontoh Thailand dan juga Vietnam atas prestasi gemilangnya membangun kinerja logistiknya, sehingga mulai bersaing dengan negara-negara high income yang sudah lebih dulu mapan.
.
Fokus yang tidak kalah penting, harus diberikan pada kategori border control access yang anjlok dari 2,69 menjadi 2,67 nilai kinerjanya Kategori ini erat dengan fungsi kepabeanan, yang diemban oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Program reformasi kepabeanan yang sedang giat-giatnya, perlu dilaksanakan dengan lebih keras dan serius. Konsolidasi internal dan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga (K/L) lain, sepertinya perlu mendapat porsi lebih. Karena sebanyak dan sebagus apapun program reformasi serta insentif yang disediakan untuk dunia usaha tidak akan berjalan optimal bila tidak dapat diterjemahkan secara maksimum dilapangan, kurang lebih seperti Sule dan Pak RT Bolot yang sedang ngobrol di suatu acara televisi.
.
Wallahu a’lam

#lpi
#logistiknasional

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...