Penerimaan Perpajakan
.
Pertumbuhan dari seluruh perpajakan (termasuk bea cukai) hingga
Februari 2019 adalah 10 persen. Pertumbuhan tersebut menghasilkan realisasi
perpajakan sebesar Rp177,2 triliun atau 9,9 persen dari target APBN tahun 2019.
Kinerja ini sedikit melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yang tumbuh 13,9 persen. Pertumbuhan tersebut didorong oleh performa PPh Nonmigas
dan cukai.
.
PPh Nonmigas mampu tumbuh hingga 13,5 persen atau lebih baik
dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2018 dan tahun 2017. Sedangkan penerimaan
cukai tumbuh lebih dari 7 kali lipat. Pertumbuhan signifikan cukai tersebut disebabkan
dari pergeseran pola pelunasan cukai hasil tembakau (CHT), sebagai dampak
implementasi PMK 57 tahun 2017.
.
Penerimaan Pajak
.
Gambaran sekilas penerimaan pajak yang tumbuh salah satunya didorong
oleh PPh Nonmigas, mengindikasikan bahwa ekonomi nasional masih menggeliat.
Mengapa demikian? Mari dilihat karakter perusahaan yang melakukan restitusi.
Perusahaan tersebut adalah industri sawit, pertambangan, industri logam dasar,
kendaraan, hingga industri kertas. Industri-industri tersebut rata-rata restitusi
dalam rangka melakukan ekspor.
.
Jenis pajak utama juga memberikan sinyal positif ekonomi. PPh 21 yang
merupakan pajak karyawan tumbuh 15,7 persen. Hal ini menggambarkan kondisi
perekonomian yang kondusif, karena perusahaan masih mampu membayar karyawannya
atau menambah jumlah pekerjanya. PPh 21 impor tumbuh melambat tipis 4 persen,
seiring kebijakan pengendalian impor. Namun demikian implikasinya terhadap
dunia usaha harus dimonitor.
.
PPh OP (Orang Pribadi) sejauh ini tumbuh bagus, yaitu 28,2 persen atau
lebih baik dari tahun lalu yang hanya 10,6 persen. Meskipun kontribusi terhadap
penerimaan pajak secara keseluruhan masih kecil (0,5 persen), namun tren ini
cukup menggembirakan. Sedang PPh Badan pertumbuhannya (40,4 persen) jauh lebih
tinggi dari tahun lalu yang hanya 7,7 persen.
.
Dengan kinerja perusahaan atau badan, orang pribadi dan karyawan yang tinggi,
maka gambaran kondisi perekonomian dari sisi penyerapan ketenagakerjaan cukup
menggembirakan. Hal itu konsisten dengan pertumbuhan jumlah laporan SPT yang
tumbuh 15,32 persen.
.
PPh 26 tumbuh negatif, sedang PPh Final yang berkaitan dengan simpanan
masyarakat di bank tumbuh tipis 3,7 persen. PPN Dalam Negeri kontraksi minus
-18,3 persen. Lonjakan restitusi adalah penyebabnya, jadi bukan ketidakkonsistenan
dengan PPh. Sedang PPN Impor konsisten dengan PPh Impor yang melambat, akibat
dari penurunan kegiatan impor.
.
Pada sisi sektoral, terjadi pertumbuhan yang menarik. Dimana pajak dari
industri pengolahan pertumbuhannya negatif. Namun demikian, penurunan ini juga
disebabkan oleh lonjakan restitusi (kebijakan percepatan restitusi), terutama
PPN dari otomotif, sawit, hingga pertambangan. Alhasil, pajak dari industri
pengolahan tidak serta merta ditafsirkan mengalami kontraksi.
.
Sektor perdagangan mengalami perlambatan, karena hanya tumbuh 1,7
persen. Tapi berbeda dengan sektor jasa keuangan, yang tahun lalu kontraksi
menjadi tumbuh hingga double digits.
Peningkatan ini disebabkan karena kenaikan suku bunga, dan peningkatan profit para penyedia jasa sektor
keuangan.
.
Sektor konstruksi dan real estate mengalami kontraksi tipis. Sedang
sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 27,6 persen, seiring dengan
pertumbuhan ekonomi digital. Sektor pertambangan tumbuh kuat sebesar 30,7 persen,
setelah mengalami kontraksi pada periode yang sama tahun lalu.
.
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
.
Penerimaan cukai yang menjadi salah satu pendorong pertumbuhan
penerimaan perpajakan tahun ini, tumbuh signifikan. Hal itu disebabkan oleh
normalisasi pola pelunasan cukai hasil tembakau (CHT), implementasi PMK 57
tahun 2017. Pada tahun 2018 lalu, para pabrik rokok (PR), diberikan relaksasi
pelunasan hingga ke tahun berikutnya. Sedang sebelumnya pelunasan harus
dilakukan di tahun berjalan.
.
Bea masuk (BM) mengalami perlambatan, hal ini diakibatkan oleh
penurunan aktifitas impor dan pengaruh pelemahan kurs. Pun demikian dengan penerimaan
bea keluar (BK), mengalami penurunan terutama pada perusahaan tambang besar
yang sedang melakukan shifting operasinya.
.
Pajak dalam rangka impor (PDRI), seperti PPN Impor dan PPh Impor tumbuh
tipis. Bahkan untuk PPN Barang Mewah Impor, kontraksinya cukup dalam (-23,58
persen). Kondisi tersebut bagus bagi pemerintah, dalam upayanya mengendalikan
impor untuk memperbaiki neraca perdagangan (NP).
.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), realisasinya relatif sama dengan
realisasi tahun lalu. Penerimaan PNBP dari sumber daya alam (SDA) turun tipis
-1,4 persen). Realisasi harga yang lebih rendah dari asumsi, seperti ICP dan
harga batubara acuan (HBA) menjadi penyebabnya.
.
Asumsi ICP adalah USD 70, pada kenyataannya terealisasi di harga
USD58,9/barel. Realisasi kurs rupiah juga realisasinya hanya Rp14.300 dari
asumsi Rp15.000. Sedang realisasi HBA hanya sebesar USD92,1/ton, padahal tahun
lalu mencapai USD98,1/ton. PNBP lainnya, kekayaan negara yang dipisahkan (KND),
dan pendapatan badan layanan umum (BLU), kondisinya relatif cukup baik.
.
Realisasi Belanja
.
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan Februari 2019 secara
nominal lebih tinggi dari realisasi 2018. Hal ini diakibatkan karena realisasi
bantuan sosial (bansos) dari program keluarga harapan (PKH) yang meningkat 2
kali lipat, sesuai yang disampaikan pada APBN tahun 2019. Selain itu juga
karena adanya akselerasi pencairan penerima bantuan iuran (PBI) untuk BPJS
Kesehatan.
.
Bila dilihat komponennya, belanja pegawai realisasi sebesar Rp57,5
triliun atau 15,1 persen dari target APBN 2019. Jumlah itu hampir sama dengan
realisasi tahun lalu, namun karena nominalnya lebih tinggi maka pertumbuhannya
naik menjadi 6,2 persen.
.
Belanja barang sudah terealisasi Rp15,2 triliun, tumbuh lebih tinggi
dari tahun lalu. Belanja modal sedikit lebih kecil dari tahun lalu, karena
hanya mencapai Rp4,3 triliun atau negative
growth.
Pembayaran utang juga mengalami pertumbuhan negatif. Sedang subsidi
tumbuh 19,7 persen, yang disebabkan oleh subsidi BBM dan LPG yang meningkat
Rp6,2 triliun atau tumbuh 21,5 persen.
.
Realisasi Pembiayaan
.
Realisasi pembiayaan anggaran hingga 28 Februari 2019 meningkat, antara
lain meningkatnya realisasi surat berharga negara (SBN) (neto) sebesar Rp197,1 dibanding
tahun lalu yang sebesar Rp49,2 triliun. Hal tersebut disebabkan karena
kebijakan prefunding dan rendahnya
jatuh tempo SBN.
.
Kesimpulan
.
Secara umum kondisi realisasi APBN tahun 2019 hingga bulan Februari
menggambarkan kondisi makro ekonomi nasional yang menunjukkan momentum yang
cukup kuat, ditengah pelemahan lingkungan global. Hal itu nampak dari realisasi
penerimaan negara, terutama perpajakan dimana PPh mengalami perbaikan, dan PPN
yang mampu tumbuh positif meskipun mengalami lonjakan restitusi.
.
Selain itu perbaikan serapan belanja juga turut memperlihatkan kondisi
makro ekonomi yang kondusif. Defisit juga masih sesuai dengan yang direncanakan
pada APBN 2019. Sehingga denganperforma hingga bulan Februari ini, maka pelaksanaan
APBN masih relatif terjaga meskipun beberapa asumsi dasar sedikit bergeser.
Penerimaan negara masih diperkiraan tercapai dan belanja sesuai target, serta
pembiayaan yang masih relatif terkendali.
.
wallahu a'lam
#APBN2019
#makroekonomi
#APBN2019
#makroekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar