Kamis, 15 Maret 2018

AADR (ada apa dengan rupiah)


AADR (ada apa dengan rupiah)
oleh Gatotpriyoharto

Kecemasan rupiah terus terpuruk melanda sejumlah pengamat, seperti Hasan Zein Mahmud (ekonom dan mantan Kepala BEJ) yang mengingatkan kecenderungan rupiah yang terus terdepresiasi akhir-akhir ini yang sempat menyentuh Rp. 13.800 per 1 dollarnya. Menurut beliau, alasan depresiasi rupiah yang dikarenakan tekanan eksternal seperti isu kenaikan Federal Fund Rate (FFR) adalah implausable. Isu ya bukan hoax...hehehe.
.
Beliau menganggap defisit neraca perdagangan lah biang kerok dari pelemahan rupiah, meskipun menurut beberapa kalangan ada andil juga faktor eksternal (FFR) tersebut. Kejadian tahun 2011 menjadi mirroring atas situasi yang kini tengah terjadi, dimana pada saat itu tekornya neraca perdagangan jadi faktor penting yang menyebabkan anjloknya rupiah. Kayak kereta aja anjlok....
.
Sebenarnya ada benarnya juga, namun seperti diketahui bahwa pada tahun 2011 Amerika dan negara eropa sedang mengalami krisis finansial. Mungkin dampak krisis tersebut tidak langsung menjerat Indonesia ke dalamnya, namun melalui mitra dagang seperti Tiongkok dan Jepang serta India. Kalau saya tahun 2011 ada di Belawan, heheeh ga penting ya.
.
Akibatnya ekspor bahan baku tentunya menjadi melemah ke Eropa, dan disaat yang sama Tiongkok dan India tetap butuh pasokan bahan mentah dan sumber energi dari Indonesia. Akan tetapi resesi di Eropa dan AS telah mengakibatkan penurunan permintaan dan harga saat itu.
.
Sedang yang terjadi saat ini adalah Amerika dan negara eropa sudah dalam tahap perbaikan ekonomi, bahkan Amerika sudah memberi sinyal perang dagang dengan mitra-mitra dagangnya yang secara tidak langsung menggambarkan kekuatan dan tingkat sustainability ekonominya.
.
Harus diakui memang februari ini indikator ekspor dan impor menunjukkan indikasi penurunan dibanding januari tahun yang sama (mtm), namun bila diteliti lebih lanjut sepertinya lebih disebabkan oleh sedikitnya jumlah hari kerja di bulan februari yaitu 19 hari dibanding januari yang 22 hari, sepele ya.... karena ekspor secara yoy sejatinya tumbuh 11.76%.  
.
Pelemahan mata uang juga sebenarnya tidak hanya dialami oleh rupiah kok, ada beberapa mata uang negara lain yang mempunyai neraca perdagangan lebih baik dari Indonesia juga mengalami hal serupa, seperti krona Swedia, dolar Australia dan Kanada. Dilevel negara berkembang juga ada lho, Indonesia yang melemah 2.6% ditemani India yang melemah 2.4% dan Filipina 1.5%. dan sepertinya fenomena di atas mirip dengan keadaan tahun 2013 saat Fed berencana menaikkan suku bunganya.
.
Kesimpulannya, pelemahan nilai mata uang rupiah beberapa akhir belakangan ini, dimana telah melebihi asumsi APBN 2018 yang Rp. 13.400 (mudah-mudahan) bukan berasal dari faktor fundamental ekonomi yang berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia. Akan tetapi (semoga) lebih banyak disebabkan berasal dari tekanan eksternal.
.
Defisit neraca perdagangan yang berawal dari desember 2017 yang USD -0.22 miliar yang melebar -0.67 miliar di januari 2018, mulai membaik menjadi -0.06 miliar di bulan februari 2018. Bila dianalogikan sebagai proses kesembuhan penyakit demam berdarah (naudzubillahi mindzalik) yang seperti pelana kuda, maka kondisi tersebut (semoga) menjadi awal membaiknya sang rupiah. Aamiin.
.
Wallahu a’lam


Tautan bermanfaat:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...