AADR (ada apa dengan rupiah)
oleh Gatotpriyoharto
Kecemasan rupiah terus terpuruk melanda sejumlah pengamat,
seperti Hasan Zein Mahmud (ekonom dan mantan Kepala BEJ) yang mengingatkan
kecenderungan rupiah yang terus terdepresiasi akhir-akhir ini yang sempat
menyentuh Rp. 13.800 per 1 dollarnya. Menurut beliau, alasan depresiasi rupiah
yang dikarenakan tekanan eksternal seperti isu kenaikan Federal Fund Rate (FFR)
adalah implausable. Isu ya bukan
hoax...hehehe.
.
Beliau menganggap defisit neraca perdagangan lah biang kerok
dari pelemahan rupiah, meskipun menurut beberapa kalangan ada andil juga faktor
eksternal (FFR) tersebut. Kejadian tahun 2011 menjadi mirroring atas situasi yang kini tengah terjadi, dimana pada saat
itu tekornya neraca perdagangan jadi faktor penting yang menyebabkan anjloknya
rupiah. Kayak kereta aja anjlok....
.
Sebenarnya ada benarnya juga, namun seperti diketahui bahwa
pada tahun 2011 Amerika dan negara eropa sedang mengalami krisis finansial. Mungkin
dampak krisis tersebut tidak langsung menjerat Indonesia ke dalamnya, namun
melalui mitra dagang seperti Tiongkok dan Jepang serta India. Kalau saya tahun
2011 ada di Belawan, heheeh ga penting ya.
.
Akibatnya ekspor bahan baku tentunya menjadi melemah ke
Eropa, dan disaat yang sama Tiongkok dan India tetap butuh pasokan bahan mentah
dan sumber energi dari Indonesia. Akan tetapi resesi di Eropa dan AS telah
mengakibatkan penurunan permintaan dan harga saat itu.
.
Sedang yang terjadi saat ini adalah Amerika dan negara eropa
sudah dalam tahap perbaikan ekonomi, bahkan Amerika sudah memberi sinyal perang
dagang dengan mitra-mitra dagangnya yang secara tidak langsung menggambarkan kekuatan
dan tingkat sustainability
ekonominya.
.
Harus diakui memang februari ini indikator ekspor dan impor
menunjukkan indikasi penurunan dibanding januari tahun yang sama (mtm), namun bila diteliti lebih lanjut sepertinya
lebih disebabkan oleh sedikitnya jumlah hari kerja di bulan februari yaitu 19
hari dibanding januari yang 22 hari, sepele ya.... karena ekspor secara yoy sejatinya tumbuh 11.76%.
.
Pelemahan mata uang juga sebenarnya tidak hanya dialami oleh
rupiah kok, ada beberapa mata uang negara lain yang mempunyai neraca perdagangan
lebih baik dari Indonesia juga mengalami hal serupa, seperti krona Swedia,
dolar Australia dan Kanada. Dilevel negara berkembang juga ada lho, Indonesia
yang melemah 2.6% ditemani India yang melemah 2.4% dan Filipina 1.5%. dan
sepertinya fenomena di atas mirip dengan keadaan tahun 2013 saat Fed berencana
menaikkan suku bunganya.
.
Kesimpulannya, pelemahan nilai mata uang rupiah beberapa
akhir belakangan ini, dimana telah melebihi asumsi APBN 2018 yang Rp. 13.400 (mudah-mudahan)
bukan berasal dari faktor fundamental ekonomi yang berpengaruh pada neraca
perdagangan Indonesia. Akan tetapi (semoga) lebih banyak disebabkan berasal
dari tekanan eksternal.
.
Defisit neraca perdagangan yang berawal dari desember 2017
yang USD -0.22 miliar yang melebar -0.67 miliar di januari 2018, mulai membaik
menjadi -0.06 miliar di bulan februari 2018. Bila dianalogikan sebagai proses
kesembuhan penyakit demam berdarah (naudzubillahi mindzalik) yang seperti
pelana kuda, maka kondisi tersebut (semoga) menjadi awal membaiknya sang
rupiah. Aamiin.
.
Wallahu a’lam
Tautan bermanfaat:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar