Selasa, 17 Juli 2018

Kinerja Meyakinkan Bea Cukai sepanjang Semester I tahun 2018

Tidak terasa tahun 2018 sudah memasuki fase semester pertama, tentunya capaian-capaian dan kinerja yang telah dilakukan selama setengah tahun ini sudah sedikit banyak bisa menggambarkan performa sebuah institusi. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang merupakan salah satu institusi di bawah Kementerian Keuangan, mempunyai peranan yang cukup penting dalam menggerakkan roda perekonomian negara terutama dalam mengumpulkan penerimaan negara sesuai dengan salah satu fungsinya yaitu ‘revenue collector’.

Kinerja penerimaan DJBC dalam Semester I tahun 2018, mencatatkan pertumbuhan tertinggi dalam tiga tahun terakhir yaitu 16,66 persen. Perdagangan internasional yang membaik dan perbaikan kebijakan kepabeanan dan cukai, seperti penertiban impor berisiko tinggi (PIBT) dan penertiban cukai berisiko tinggi (PCBT) yang merupakan salah satu program reformasi kepabeanan dan cukai (PRKC), ikut andil pada capaian tersebut.
Penerimaan kepabeanan dan cukai sepanjang Semester I tahun 2018 mencapai Rp71,95 triliun atau 37,07 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Pertumbuhan positif tersebut terdapat pada semua komponen penerimaannya, seperti bea masuk (BM), bea keluar (BK) maupun cukai. Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan tarif yang efektif, membaiknya aktifitas ekspor impor, serta peningkatan harga komoditas di pasar global. 

Tren positif juga terjadi pada komponen penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang terdiri dari PPN Impor, PPn BM Impor, dan PPh Pasal 22 Impor. Hingga akhir Juni 2018 total PDRI yang dihimpun DJBC sebesar Rp112,96 triliun, tumbuh 24,64 persen (yoy). Secara total, jumlah penerimaan negara yang dihimpun DJBC sepanjang Semester I tahun 2018 adalah Rp184,92 triliun, tumbuh 21,41 persen dibanding capaian periode serupa tahun lalu. Capaian penerimaan tersebut membuat DJBC berkontribusi sekitar 30 persen dalam penerimaan perpajakan dan sekitar 23 persen dalam total penerimaan pendapatan negara.

Komponen penerimaan BM pada Semester I tahun 2018 telah mencapai Rp17,71 triliun atau 49,61 persen dari target APBN 2018. Realisasi penerimaan BM tersebut, mengungguli realisasi penerimaan BM pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,03 triliun. Pertumbuhan penerimaan BM sendiri sepanjang Semester I tahun 2018  adalah 12,98 persen, merupakan yang tertinggi bila dibandingkan pertumbuhan penerimaan BM dalam 3 tahun terakhir.

Penerimaan BM dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersifat positif maupun negatif. Salah satu faktor positif pendorong peningkatan penerimaan BM adalah pertumbuhan devisa impor, yang merupakan imbas dari peningkatan aktifitas impor. Devisa impor sepanjang Semester I tahun 2018 mencapai Rp87,47 triliun atau tumbuh 8,35 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Aktifitas impor tersebut didominasi oleh impor Bahan Baku/ Penolong dan Barang Modal, yang tumbuh masing-masing sebesar 70,14 persen dan 17,42 persen. Hal ini mengindikasikan bergairahnya aktifitas produksi nasional baik untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan barang secara domestik maupun ekspor. Dari sisi sektor industri, industri pengolahan berkontribusi terbesar pada devisa impor sebesar 87,95 persen dan mengalami pertumbuhan 7,05 persen. Bergairahnya aktifitas produksi dalam negeri tersebut memberikan indikasi adanya ruang bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Adapun faktor yang menekan pertumbuhan penerimaan BM adalah meningkatnya utilisasi Free Trade Agreement (FTA). Hal ini menyebabkan banyak importasi yang mendapatkan tarif preferensial (tarif lebih rendah maupun menjadi 0 persen), sehingga memberi pengaruh negatif terhadap penerimaan BM.

Di sisi institusional, kebijakan reformasi dibidang kepabeanan dan cukai turut memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan penerimaan negara dibidang impor. Program PIBT yang digulirkan pada tanggal 12 Juli 2017, mampu mendorong peningkatan taxbase impor berisiko tinggi (IBT) sebesar 59,68 persen. DJBC berusaha untuk terus menjaga momen perbaikan kepatuhan ini dan terus dilanjutkan dalam rangka optimalisasi penerimaan negara. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan joint program peningkatan pelayanan dan pengawasan bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Perdagangan global yang mulai pulih dengan ditandai membaiknya harga komoditas di pasaran dunia, berpengaruh positif terhadap penerimaan bea keluar (BK). Ekspor komoditas minerba yang tumbuh signifikan sebesar 181,46 persen, menjadi kontributor utama penerimaan BK yang mencapai Rp3,28 triliun atau 109,41 persen dari target APBN 2018. Pertumbuhan ekspor komoditas minerba tersebut tidak terlepas dari pengaruh tren membaiknya harga komoditas di pasar internasional dan meningkatnya permintaan di negara-negara tujuan utama.
Kelancaran pemberian ijin/kuota ekspor komoditas (minerba) dan minimnya kendala dalam penyediaan pasokan (supply disruption) komoditas ekspor minerba di situs tambang juga memberikan andil positif terhadap peningkatan kinerja ekspor minerba sejak awal Semester I tahun 2018. Kinerja positif dalam aspek fundamental tersebut secara keseluruhan mendorong pertumbuhan penerimaan BK secara signifikan sebesar 93,75 persen. 

Aktifitas ekspor juga mengalami pertumbuhan sebesar 4 persen, dengan ekspor nonmigas yang masih mendominasi sebesar 90,36 persen. Sektor manufaktur memberikan kontribusi terbesar pada ekspor nonmigas yaitu 74,94 persen atau tumbuh 4 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu, dengan kinerja industri besi dan baja dasar sebagai kontributor utamanya.

Kebijakan cukai yang tepat dan efektif mampu meningkatkan pendapatan cukai yang hingga Semester I tahun 2018 mencapai Rp50,96 triliun atau tumbuh 15,02 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Capaian pendapatan cukai juga merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Penerimaan cukai masih didominasi oleh cukai hasil tembakau (CHT), disusul kemudian oleh minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol (EA).

Penerapan kebijakan peningkatan tarif cukai hasil tembakau (CHT) melalui PMK-146/PMK.010/2017 di tahun 2018, telah mampu meningkatkan capaian penerimaan CHT yang pada Semester I tahun 2018 mencapai Rp48,50 triliun atau tumbuh 32,79 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kebijakan peningkatan tarif cukai tersebut didasarkan atas upaya pengendalian konsumsi rokok guna meningkatkan kesehatan masyarakat dengan tetap memperhitungkan aspek penyerapan tenaga kerja pada industri rokok, optimalisasi penerimaan cukai serta peredaran rokok ilegal.
Kebijakan reformasi kepabeanan dan cukai juga turut memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan penerimaan cukai. Program penertiban cukai beresiko tinggi (PCBT) yang digulirkan pada tanggal 12 Juli 2017, telah mendorong penurunan peredaran rokok ilegal dari 12,1 persen menjadi 7,04 persen (survei P2EB – UGM).

DJBC terus berusaha mempertahankan momen perbaikan kepatuhan tersebut, salah satunya dengan melakukan joint program peningkatan pelayanan dan pengawasan bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam rangka optimalisasi penerimaan negara.

Bagaimana dengan proyeksi atau outlook penerimaan DJBC hingga akhir tahun 2018? Melihat kinerja penerimaan DJBC sepanjang Semester I serta faktor fundamental yang mempengaruhinya, diperkirakan penerimaan DJBC pada akhir tahun 2018 akan mampu mencapai target yang dibebankan pada APBN 2018 yaitu Rp194,10 triliun.

Kinerja penerimaan DJBC memang masih akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi nasional, inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar serta kebijakan pemerintah lainnya. Sebagaimana secara spesifik BM dipengaruhi oleh pertumbuhan devisa impor, utilisasi FTA, serta kebijakan pemerintah dalam hal impor seperti kuota impor, pembatasan impor komoditas tertentu dan program PIBT. Namun demikian hal-hal tersebut telah memperlihatkan sinyal yang menjanjikan sepanjang Semester I tahun 2018, sehingga penerimaan BM diproyeksikan dapat sesuai target di akhir tahun 2018 nanti.

Bagaimana dengan penerimaan BK yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor bersifat exogenous seperti kebijakan pemerintah dalam hal izin ekspor dan kuota ekspor, perkembangan harga komoditas di pasar internasional, dan kelancaran pasokan komoditas ekspor di situs tambang? Faktor-faktor pendorong tersebut yang hingga semester I tahun 2018 ternyata memperlihatkan indikasi yang menjanjikan, sehingga mampu menumbuhkan optimisme pencapaian yang melebihi target tahun 2018.


Sedang penerimaan cukai dengan aspek kapasitas produksi, respon terhadap kebijakan penyesuaian tarif cukai, dan keberhasilan upaya reformatif (PCBT) secara keseluruhan memberikan pengaruh terhadap kinerja penerimaan di bidang cukai. Pengenaan cukai sendiri pada dasarnya adalah untuk mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap barang kena cukai (BKC) yang dianggap memiliki eksternalitas negatif, sehingga cukup memberikan tantangan tersendiri dalam upaya memaksimalkan penerimaannya. Namun demikian, dengan kinerja yang lebih keras ditambah kondusifnya aspek-aspek fundamental cukai maka diperkirakan penerimaan cukai masih dapat mencapai targetnya.


#apbn2018
#kinerjadjbc
#beacukai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...