Selasa, 17 Juli 2018

Lebaran dan Efeknya pada Penerimaan Kepabeanan dan Cukai


Efek festival adalah istilah yang kerap digunakan oleh para ekonom untuk mendefinisikan suatu peristiwa atau kegiatan yang terjadi berulang setiap tahun dan memberikan dampak terhadap kegiatan ekonomi. Hari raya Idul Fitri yang didahului dengan ibadah puasa Ramadhan bisa dijadikan contoh efek festival dimaksud, para ahli ekonomi menyebutnya sebagai efek lebaran.
Efek lebaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aktifitas ekonomi, baik pada produksi maupun konsumsi masyarakat. Hal itu terutama diakibatkan karena tingginya kebutuhan masyarakat akan barang konsumsi yang sedianya digunakan dalam rangka melaksanakan ibadah sekaligus merayakannya. Kebutuhan akan barang konsumsi masyarakat tersebut tentunya tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh pasokan dalam negeri, sehingga harus ditutup dengan melakukan importasi.
Lalu, bagaimana keduanya mempengaruhi kegiatan perekonomian terutama kegiatan importasi yang selanjutnya berdampak pada penerimaan negara, khususnya penerimaan kepabeanan dan cukai?
Efek lebaran mempengaruhi kinerja penerimaan bea masuk (BM) melalui beberapa hal, antara lain:
1.      Jumlah hari kerja
      Hari kerja pada bulan dimana terdapat hari raya biasanya akan lebih sedikit dibandingkan bulan lainnya. Pada tahun 2018 lebaran jatuh pada bulan Juni,  pemerintah memberikan libur atau cuti bersama sebanyak 7 hari. Akibatnya, hari kerja bulan Juni 2018 hanya menyisakan 12 hari kerja.
Terbatasnya hari kerja bulan Juni tentu akan berpengaruh pada penerimaan BM yang diperkirakan akan bergeser ke bulan berikutnya atau bulan Juli. Seperti nampak pada grafik Penerimaan BM Bulanan 2016 s.d. 2018 di bawah, 1 bulan berikutnya setelah lebaran terjadi lonjakan penerimaan. Sebagaimana terjadi pada bulan Agustus 2016 (garis hijau) dan bulan Juli 2017 (garis biru). 

2.      Peningkatan devisa impor
      Apabila dilihat pada grafik Penerimaan BM Bulanan 2016 s.d. 2018 di bawah ini , efek lebaran terjadi rata-rata pada 1 hingga 2 bulan sebelumnya. Seperti yang terlihat pada tahun 2016 (garis hijau putus-putus) dimana hari lebaran berada pada bulan Juli, maka devisa impor nampak mulai meningkat pada bulan Mei 2016. Hal serupa terjadi pada tahun 2017 (garis biru putus-putus) dimana lebaran berada pada bulan Juni, maka terlihat peningkatan yang signifikan terjadi pada devisa impor bulan Mei 2017. Sedangkan untuk tahun 2018 (garis kuning), efek lebaran sudah mulai terasa pada bulan April dan berlanjut hingga bulan Mei 2018.
    
Indikasi bahwa efek lebaran pada tahun 2018 telah dimulai sejak bulan April, adalah:
1.        Peningkatan impor barang konsumsi sebesar 8,86 persen, atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 dan 2017 yang masing-masing hanya sebesar -22,02 persen dan -16,60 persen. Jenis barang konsumsi yang diimpor juga banyak dikontribusi oleh barang-barang kebutuhan rumah tangga, berupa barang dari plastik, sayuran, pangan olahan, serelia hingga buah-buahan yang menggambarkan permintaan atas kebutuhan persiapan puasa dan hari raya.
2.        Peningkatan impor bahan baku dan penolong yang diindikasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bulan ramadhan dan hari raya, seperti makanan ternak 114,62 persen, bahan baku kain sintetik 25,76 persen, serta kain tule, tenun dan rajut 33,63 persen.
Pada sisi penerimaan cukai, efek lebaran lebih berpengaruh terhadap produksi pabrik rokok (PR) yang turun akibat libur bersama yang cukup panjang. Rata-rata penurunan produksi PR akibat efek lebaran selama tahun 2016 dan 2017 adalah sebesar 23 persen, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi juga pada tahun ini. Penurunan produksi (CK-1) sebagai dampak efek lebaran pada Juni 2018 diperkirakan sebesar 4,17 hingga 4,22 miliar batang (Mbtg). Namun demikian, dampaknya baru akan dirasakan pada bulan Agustus 2018 karena mayoritas CK-1 dilunasi dengan cara kredit.
Penerimaan bea keluar (BK) pada bulan Juni 2018 diperkirakan tidak terlalu terpengaruh oleh efek festival, karena sebagian besar proses bisnis pada kegiatan eksportasi mempunyai karakteristik tertentu, seperti:
1.      Keterikatan kontrak
      Eksportasi mineral adalah aktifitas ekspor yang sudah terjadual. Komitmen untuk memenuhi pasokan kebutuhan yang tertuang dalam klausul kontrak sangat mengikat karena kebutuhan akan komoditas tersebut di negara tujuan ekspor.
2.      Harga komoditas
      Harga komoditas di pasaran dunia bisa berubah setiap saat, sehingga saat suatu komoditas sedang mempunyai harga yang menguntungkan maka eksportir tentu berusaha memaksimalkan hasil produksinya.
3.      Faktor cuaca di situs tambang.
      Lokasi tambang yang biasanya berada di area terbuka, membuatnya sangat terpengaruh oleh faktor cuaca. Sehingga eksportir akan memaksimalkan proses pengapalan barang ekspornya demi memenuhi target pengiriman.

#efeklebaran
#penerimaandjbc
#apbn2018
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...