Mematut Pertumbuhan Ekonomi 2018
Oleh : Gatot Priyoharto
.
Menghitung hari...... mungkin sebagian kita mengingatnya sebagai judul
lagu yang dipopulerkan oleh salah satu diva musik Indonesia yang sekarang sudah
jarang tampil dipublik lagi. Namun menghitung hari yang saya maksud adalah
menghitung hari yang tersisa di tahun 2017.
.
Tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia hampir dipastikan oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (hanya) sebesar 5.1 persen saja.
Angka tersebut memang masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia Tenggara seperti Vietnam yang tumbuh sebesar 7.46 persen, Filipina
6.9 persen, Malaysia 6.2 persen dan Singapura yang unggul tipis di 5.2 persen.
Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Thailand yang terpuruk di 4.3 persen.
.
Banyak alasan diutarakan (kok ga diselatankan ya?) dalam menganalisis
persoalan di atas. Pertama karena lesunya ekonomi dunia yang berdampak pada
kegiatan perdagangan antar negara, ditambah lagi pasar komoditas dunia yang
belum menggairahkan. Memang harga komoditi sempat menjanjikan di awal tahun,
dengan indikasi kenaikan harga komoditas kelapa sawit dan beberapa hasil
olahannya. Sehingga penerimaan negara mendapat berkah alias windfall (angin jatuh? apanya angin
duduk nih?) sebagai imbas kenaikannya yaitu menaiknya penerimaan bea keluar.
Namun belakangan geliat itu kembali ke suasana semula yang cenderung melemah. Harus
ke On Clinic nih, rahasia terjamin
kok, hehehe.
.
Investasi sempat menjadi andalan terkait dengan prestasinya yang
meningkat sebesar 7 persen atau tertinggi selama 7 tahun terakhir (boleh bilang
wow nih). Namun pengaruh volatilas (ketidakstabilan) global cukup berpengaruh.
Suasana geopolitik sebagaimana diketahui cenderung memanas, seperti kondisi di semenanjung
Korea dan suhu politik di jazirah Arab utamanya bumi Palestina. Selain itu
perlambatan ekonomi Tiongkok dan pengetatan (kolor kali ketat) moneter bank
sentral Amerika diyakini mempengaruhi minat investor menanamkan modalnya di
Indonesia.
.
Konsumsi rumah tangga menjadi isu yang sempat hangat dan menjadi
kandidat penyebab melemahnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2017. Hal itu menjadi
trending topic di masyarakat karena
dikaitkan dengan penutupan sejumlah gerai retail ternama di beberapa tempat di
Indonesia.
.
Konsumsi rumah tangga adalah faktor penting dalam pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) karena kontribusinya yang mencapai kurang lebih 50%.
Pembahasan konsumsi atau belanja rumah tangga erat kaitannya dengan daya beli,
dan untuk melihat kemampuan daya beli tentunya dapat dilihat dari berbagai
macam indikator.
.
Pertama konsumsi masyarakat, menurut katadata, perusahaan media, data dan riset online di bidang ekonomi dan bisnis, pada tahun 2017 pertumbuhannya selalu berada
dibawah pertumbuhan ekonomi dan di akhir tahun hanya mampu mencapai 4.93
persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016
yaitu 4.95 persen.
.
Kedua adalah penurunan daya beli, katadata
yang merujuk kepada rilis pertumbuhan ekonomi BPS menunjukkan bahwa hampir
semua komponen konsumsi utama mengalami penurunan. Konsumsi makanan minuman
hanya tumbuh 5.04 persen atau turun dibanding tahun lalu yang 5.23 persen.
Kemudian yang mungkin ada kaitannya dengan fenomena (agak lebay sedikit)
tutupnya gerai-gerai ritel, yaitu konsumsi pakaian, alas kaki dan jasa
perawatannya yang pertumbuhannya merosot hanya 2 persen dibanding tahun lalu
yang 2.24 persen. Ada indikasi bahwa terjadi pergeseran konsumsi ke belanja leisure, dengan kenaikan konsumsi
restoran dan hotel yang meningkat 5.52 persen atau lebih tinggi dari tahun lalu
yang 5.01 persen.
.
Sekarang yuk kita berandai-andai ke tahun 2018. Asumsi pertumbuhan
ekonomi telah ditetapkan diangka 5.4 persen pada APBN 2018, dan beragam
komentar bermunculan menanggapi optimisme pemerintah tersebut. Chatib Basri
yang juga mantan Menteri Keuangan di era Presiden SBY berpendapat bahwa angka
5.4 persen tidak mudah namun ada harapan untuk tumbuh di 5.2-5.3 persen. Hal
senada diungkapkan Kepala Pusat Penelitian LIPI Agus Eko Nugroho yang malah
cenderung pesimis menanggapi asumsi APBN tersebut. LIPI memperkirakan ekonomi
Indonesia hanya tumbuh 5.22 persen, dikarenakan pertumbuhan konsumsi rumah
tangga yang diperkirakan masih tertahan.
.
Namun beda halnya dengan Rodrigo Chavez (mirip petinju ya), perwakilan
Bank Dunia di Indonesia, yang sedikit optimis memprediksi pertumbuhan ekonomi
Indonesia di tahun depan meskipun hanya sebesar 5.3 persen. Keoptimisannya
didasari atas peningkatan konsumsi yang sudah terlihat saat ini yang memang
tidak terlalu besar, tetapi akan berlanjut hingga tahun depan ditambah lagi pertumbuhan
konsumsi yang lebih tinggi akan didukung oleh harga komoditas yang kuat,
inflasi yang rendah, nilai rupiah yang stabil, pasar tenaga kerja yang kuat,
dan penurunan biaya pinjaman.
.
Bagaimana dengan saya? Dengan ilmu ekonomi saya yang pas-pas an (salah ra
pa pa yo, wong ra dibiji kok), saya mencoba berangkat dari konsumsi rumah
tangga yang merupakan komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Saya melihat
dari kaca mata orang kebanyakan atau apa yang terjadi pada saya sendiri.
.
Menurut Data Analyst dan Statistician Katadata Nazmi Haddyat Tamara, daya beli
masyarakat dikatakan menurun apabila pendapatan turun atau harga meningkat atau
keduanya. Dengan kata lain, sepanjang kenaikan pendapatan lebih cepat dibanding
kenaikan harga, daya beli akan meningkat.
.
Barang-barang yang harga jualnya diatur oleh pemerintah (administered price) pada tahun 2017
mengalami kenaikan, seperti tarif listrik dengan daya 900VA yang mayoritas
masyarakat menggunakannya. Sesuai kebijakan pemerintah yang lebih memilih mengalihkan
subsidi ke masyarakat yang membutuhkan
daripada ke komoditasnya. Ekonom Faisal Basri mengungkapkan bahwa salah satu
penyebab pelemahan daya beli pada kelompok bawah adalah pencabutan subsidi
listrik untuk pelanggan 900VA, yang berdampak bagi 19 juta konsumennya.
Akibatnya, pengeluaran rerata kelompok ini untuk listrik naik tajam dari Rp
80.000 per bulan menjadi Rp 170.000 per bulan.
.
Pendapatan bulanan juga menjadi faktor penting dalam belanja
masyarakat. Apalagi pemerintah kembali memutuskan untuk tidak menaikkan gaji
pegawai negeri sipil (PNS) di tahun 2018 yang berarti sudah 2 tahun tidak ada
kenaikan (kok nada-nadanya Saya curcol ya). Padahal dengan jumlah PNS yang
mencapai lebih dari 4 juta orang Saya pikir dapat memicu tingkat belanja
masyarakat.
.
Bagaimana dengan event Asian Games 2018 yang dihelat di dua tempat,
Jakarta dan Palembang. Kemungkinan besar hajatan besar itu diharapkan akan sanggup
mendorong porsi belanja masyarakat. Tapi apakah efeknya akan berkelanjutan,
atau hanya sanggup bertahan di bulan penyelenggaraan saja?
.
Pemerintah memang mengharapkan peningkatan konsumsi di tahun 2018 yang
merupakan tahun politik. Namun perlu disadari bahwa sekarang adalah era
teknologi dimana banyak kampanye (politik) sudah mulai bergeser ke dunia maya. Mengingat
fakta pengguna smartphone yang tahun
ini mencapai hampir 90 juta dan diperkirakan menembus angka 100 juta pengguna
di tahun 2018. Hal ini diyakini membuat para pelaku politik akan berpikir ulang
untuk menghabiskan dana kampanyenya hanya dengan cara konvensional.
.
Tapi paling tidak rakyat Indonesia selama 2 tahun ke depan akan lebih
tenang. Karena Wakil Presiden Yusuf Kalla pernah menyampaikan, bahwa di
tahun-tahun politik suatu pemerintahan biasanya cenderung untuk mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang populis, salah satunya mungkin tidak menaikkan harga
barang-barang subsidi (administered price).
Aamiin.......
.
Well, bagaimanapun juga pemerintah telah menetapkan angka 5.4 persen
sebagai target pertumbuhan ekonomi, kita sebagai anak bangsa harus tetap
mendukung sesuai porsinya masing-masing. Saya sejujurnya tidak pesimis dengan
angka tersebut dan lebih nyaman pertumbuhan ekonomi 2018 di angka 5.3 persen. Namun
berangkat dari faktor fundamental yang diperkirakan terjadi, kita perlu mematut
diri apa iya?.........dan yang pasti kita perlu kerja lebih keras....jadi semangat
kakak !!
#opinipribadi
#keterbatasanpengetahuanlink bermanfaat:
https://databoks.katadata.co.id/
https://www.bps.go.id/
http://nasional.kontan.co.id/news/asumsi-makro-diperkirakan-meleset-dari-target
Tidak ada komentar:
Posting Komentar