Selasa, 19 Desember 2017

Mematut Pertumbuhan Ekonomi 2018

Mematut Pertumbuhan Ekonomi 2018
Oleh : Gatot Priyoharto
.
Menghitung hari...... mungkin sebagian kita mengingatnya sebagai judul lagu yang dipopulerkan oleh salah satu diva musik Indonesia yang sekarang sudah jarang tampil dipublik lagi. Namun menghitung hari yang saya maksud adalah menghitung hari yang tersisa di tahun 2017.
.
Tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia hampir dipastikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (hanya) sebesar 5.1 persen saja. Angka tersebut memang masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara seperti Vietnam yang tumbuh sebesar 7.46 persen, Filipina 6.9 persen, Malaysia 6.2 persen dan Singapura yang unggul tipis di 5.2 persen. Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Thailand yang terpuruk di 4.3 persen.
.
Banyak alasan diutarakan (kok ga diselatankan ya?) dalam menganalisis persoalan di atas. Pertama karena lesunya ekonomi dunia yang berdampak pada kegiatan perdagangan antar negara, ditambah lagi pasar komoditas dunia yang belum menggairahkan. Memang harga komoditi sempat menjanjikan di awal tahun, dengan indikasi kenaikan harga komoditas kelapa sawit dan beberapa hasil olahannya. Sehingga penerimaan negara mendapat berkah alias windfall (angin jatuh? apanya angin duduk nih?) sebagai imbas kenaikannya yaitu menaiknya penerimaan bea keluar. Namun belakangan geliat itu kembali ke suasana semula yang cenderung melemah. Harus ke On Clinic nih, rahasia terjamin kok, hehehe.
.
Investasi sempat menjadi andalan terkait dengan prestasinya yang meningkat sebesar 7 persen atau tertinggi selama 7 tahun terakhir (boleh bilang wow nih). Namun pengaruh volatilas (ketidakstabilan) global cukup berpengaruh. Suasana geopolitik sebagaimana diketahui cenderung memanas, seperti kondisi di semenanjung Korea dan suhu politik di jazirah Arab utamanya bumi Palestina. Selain itu perlambatan ekonomi Tiongkok dan pengetatan (kolor kali ketat) moneter bank sentral Amerika diyakini mempengaruhi minat investor menanamkan modalnya di Indonesia.
.
Konsumsi rumah tangga menjadi isu yang sempat hangat dan menjadi kandidat penyebab melemahnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2017. Hal itu menjadi trending topic di masyarakat karena dikaitkan dengan penutupan sejumlah gerai retail ternama di beberapa tempat di Indonesia.
.
Konsumsi rumah tangga adalah faktor penting dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) karena kontribusinya yang mencapai kurang lebih 50%. Pembahasan konsumsi atau belanja rumah tangga erat kaitannya dengan daya beli, dan untuk melihat kemampuan daya beli tentunya dapat dilihat dari berbagai macam indikator.
.
Pertama konsumsi masyarakat, menurut katadata, perusahaan media, data dan riset online di bidang ekonomi dan bisnis, pada tahun 2017 pertumbuhannya selalu berada dibawah pertumbuhan ekonomi dan di akhir tahun hanya mampu mencapai 4.93 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 yaitu 4.95 persen.
.
Kedua adalah penurunan daya beli, katadata yang merujuk kepada rilis pertumbuhan ekonomi BPS menunjukkan bahwa hampir semua komponen konsumsi utama mengalami penurunan. Konsumsi makanan minuman hanya tumbuh 5.04 persen atau turun dibanding tahun lalu yang 5.23 persen. Kemudian yang mungkin ada kaitannya dengan fenomena (agak lebay sedikit) tutupnya gerai-gerai ritel, yaitu konsumsi pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya yang pertumbuhannya merosot hanya 2 persen dibanding tahun lalu yang 2.24 persen. Ada indikasi bahwa terjadi pergeseran konsumsi ke belanja leisure, dengan kenaikan konsumsi restoran dan hotel yang meningkat 5.52 persen atau lebih tinggi dari tahun lalu yang 5.01 persen.   
.
Sekarang yuk kita berandai-andai ke tahun 2018. Asumsi pertumbuhan ekonomi telah ditetapkan diangka 5.4 persen pada APBN 2018, dan beragam komentar bermunculan menanggapi optimisme pemerintah tersebut. Chatib Basri yang juga mantan Menteri Keuangan di era Presiden SBY berpendapat bahwa angka 5.4 persen tidak mudah namun ada harapan untuk tumbuh di 5.2-5.3 persen. Hal senada diungkapkan Kepala Pusat Penelitian LIPI Agus Eko Nugroho yang malah cenderung pesimis menanggapi asumsi APBN tersebut. LIPI memperkirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5.22 persen, dikarenakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang diperkirakan masih tertahan.
.
Namun beda halnya dengan Rodrigo Chavez (mirip petinju ya), perwakilan Bank Dunia di Indonesia, yang sedikit optimis memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan meskipun hanya sebesar 5.3 persen. Keoptimisannya didasari atas peningkatan konsumsi yang sudah terlihat saat ini yang memang tidak terlalu besar, tetapi akan berlanjut hingga tahun depan ditambah lagi pertumbuhan konsumsi yang lebih tinggi akan didukung oleh harga komoditas yang kuat, inflasi yang rendah, nilai rupiah yang stabil, pasar tenaga kerja yang kuat, dan penurunan biaya pinjaman.
.
Bagaimana dengan saya? Dengan ilmu ekonomi saya yang pas-pas an (salah ra pa pa yo, wong ra dibiji kok), saya mencoba berangkat dari konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Saya melihat dari kaca mata orang kebanyakan atau apa yang terjadi pada saya sendiri.
.
Menurut Data Analyst dan Statistician Katadata Nazmi Haddyat Tamara, daya beli masyarakat dikatakan menurun apabila pendapatan turun atau harga meningkat atau keduanya. Dengan kata lain, sepanjang kenaikan pendapatan lebih cepat dibanding kenaikan harga, daya beli akan meningkat.
.
Barang-barang yang harga jualnya diatur oleh pemerintah (administered price) pada tahun 2017 mengalami kenaikan, seperti tarif listrik dengan daya 900VA yang mayoritas masyarakat menggunakannya. Sesuai kebijakan pemerintah yang lebih memilih mengalihkan subsidi  ke masyarakat yang membutuhkan daripada ke komoditasnya. Ekonom Faisal Basri mengungkapkan bahwa salah satu penyebab pelemahan daya beli pada kelompok bawah adalah pencabutan subsidi listrik untuk pelanggan 900VA, yang berdampak bagi 19 juta konsumennya. Akibatnya, pengeluaran rerata kelompok ini untuk listrik naik tajam dari Rp 80.000 per bulan menjadi Rp 170.000 per bulan.
.
Pendapatan bulanan juga menjadi faktor penting dalam belanja masyarakat. Apalagi pemerintah kembali memutuskan untuk tidak menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS) di tahun 2018 yang berarti sudah 2 tahun tidak ada kenaikan (kok nada-nadanya Saya curcol ya). Padahal dengan jumlah PNS yang mencapai lebih dari 4 juta orang Saya pikir dapat memicu tingkat belanja masyarakat.
.
Bagaimana dengan event Asian Games 2018 yang dihelat di dua tempat, Jakarta dan Palembang. Kemungkinan besar hajatan besar itu diharapkan akan sanggup mendorong porsi belanja masyarakat. Tapi apakah efeknya akan berkelanjutan, atau hanya sanggup bertahan di bulan penyelenggaraan saja?
.
Pemerintah memang mengharapkan peningkatan konsumsi di tahun 2018 yang merupakan tahun politik. Namun perlu disadari bahwa sekarang adalah era teknologi dimana banyak kampanye (politik) sudah mulai bergeser ke dunia maya. Mengingat fakta pengguna smartphone yang tahun ini mencapai hampir 90 juta dan diperkirakan menembus angka 100 juta pengguna di tahun 2018. Hal ini diyakini membuat para pelaku politik akan berpikir ulang untuk menghabiskan dana kampanyenya hanya dengan cara konvensional.
.
Tapi paling tidak rakyat Indonesia selama 2 tahun ke depan akan lebih tenang. Karena Wakil Presiden Yusuf Kalla pernah menyampaikan, bahwa di tahun-tahun politik suatu pemerintahan biasanya cenderung untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang populis, salah satunya mungkin tidak menaikkan harga barang-barang subsidi (administered price). Aamiin.......
.
Well, bagaimanapun juga pemerintah telah menetapkan angka 5.4 persen sebagai target pertumbuhan ekonomi, kita sebagai anak bangsa harus tetap mendukung sesuai porsinya masing-masing. Saya sejujurnya tidak pesimis dengan angka tersebut dan lebih nyaman pertumbuhan ekonomi 2018 di angka 5.3 persen. Namun berangkat dari faktor fundamental yang diperkirakan terjadi, kita perlu mematut diri apa iya?.........dan yang pasti kita perlu kerja lebih keras....jadi semangat kakak !!

#opinipribadi
#keterbatasanpengetahuan

link bermanfaat:
https://databoks.katadata.co.id/
https://www.bps.go.id/
http://nasional.kontan.co.id/news/asumsi-makro-diperkirakan-meleset-dari-target

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...