Peningkatan
pembiayaan
Ulang tahun
merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, baik anak-anak, remaja
bahkan orang dewasa. Namun demikian menyikapi hari ulang tahun, tentu berbeda-beda
pada diri setiap orang. Ulang tahun bagi anak-anak tentu disikapi dengan suka
cita dan yang terbayang adalah kue ulang tahun serta kado berisi banyak mainan.
Berbeda dengan anak remaja yang berarti saatnya mentraktir teman-teman dekat
atau waktunya nge-date atau makan malam sama gebetan.
Berbeda dengan
bagi orang dewasa, ulang tahun bisa jadi pengingat diri bahwa umur sudah tidak
lagi muda. Terbayang masa pensiun sudah di depan mata, sedangkan anak-anak masih
butuh biaya pendidikan yang tentu tidak sedikit. Alhasil, segala upaya yang dilakukan
akan dilaksanakan dengan seefektif mungkin, dan berdaya guna bagi kehidupan dia
maupun keluarganya.
Sekedar informasi,
tamu tak diundang atau si Covid-19 sedang berulang tahun. Pada tanggal 2 Maret
2020, pemerintah untuk pertama kalinya mengumumkan kasus pasien positif
Covid-19. Pemerintah sendiri menyatakan Covid-19 sebagai bencana nasional bukan
alam pada tanggal 13 April 2020, seiring dikeluarkannya Keppres Nomor 12 Tahun
2020. Terlepas dari tanggal berapa sebenarnya si Covid-19 ini masuk Indonesia,
perlu dicermati seperti apakah bangsa ini menanggapi setahunnya kondisi pandemi.
Pada tahun
2020, realisasi pembiayaan utang mencapai Rp1.226,8 triliun atau setara 100,5
persen dari target pada Perpres 72/2020 yang sebesar Rp1.220,5 triliun. Melambungnya
pembiayaan salah satunya disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam
menanggulangi dampak pandemi, yaitu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang
pagunya mencapai Rp695,2 triliun.
Memasuki tahun
2021, pemerintah menyatakan tetap meneruskan program PEN-nya. Menteri Keuangan
pada suatu kesempatan konferensi pers menyatakan bahwa anggaran PEN dinaikkan menjadi Rp699,43 triliun. Peningkatan anggaran PEN dimaksudkan agar menjadi
daya dorong pemulihan ekonomi nasional di tahun 2021.
Pertumbuhan
ekonomi memang menjadi titik kritis nasib bangsa ini. Bagaimana tidak, pandemi yang
sudah di tahun kedua ini, telah mendongkrak utang luar negeri menjadi Rp6.233,14
triliun sebagaimana rilis Kementerian Keuangan per akhir Januari 2021. Angka itu
menjadikan rasio utang terhadap PDB mencapai 40,28 persen, meskipun masih lebih
rendah dari batasan maksimal rasio utang pada UU No.17 tahun 2003 yang 60 persen.
Ekonomi
nasional harus sudah bisa tumbuh (positif) di tahun ini, setelah terperosok
hingga minus 2,07 persen tahun lalu. Maka dari itu, tahun 2021 pemerintah memproyeksikan
perekonomian (harus) tumbuh 5 persen, meskipun masih akan menghadapi ketidakpastian.
Proyeksi pertumbuhan itu diharapkan dapat mengantarkan defisit anggaran ke level 5,7
persen terhadap PDB, dan menjadi langkah awal untuk kembali dikisaran 3 persen sebelum
tahun 2024.
Tumbuh adalah keharusan
Tumbuhnya ekonomi
penting dalam mengendalikan atau mengelola utang, karena dapat mendorong
penerimaan (perpajakan). Pendapatan pemerintah tahun lalu bisa dibilang tertolong peningkatan harga komoditas di akhir tahun, sehingga memberi dorongan positif terutama
pada penerimaan PNBP dan bea keluar. Tapi mahfum diketahui kalau harga komoditas itu volatile sifatnya, sehingga tidak bisa menjadi pijakan tetap.
Peran belanja
pemerintah saat ini menjadi lokomotif dalam menjaga keberlangsungan pertumbuhan
ekonomi nasional. Menjadi demikian mengingat penggerak utama ekonomi nasional,
yaitu belanja atau konsumsi masyarakat saat ini belum bergerak optimal. Pertumbuhan
ekonomi nasional bila didekomposisikan, maka konsumsi masyarakat meyumbang minus 1,43
persen dari minus 2,07 persen pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 versi BPS. Sepanjang tahun 2020 hanya konsumsi
pemerintah yang masih memberi share positif yaitu 0,15 persen, meskipun belum
mampu mengangkat ekonomi nasional dari jurang kontraksi.
Program PEN
harus menjadi pendorong dan tepat sasaran dalam mengembalikan arah ekonomi, terutama yang menggerakkan konsumsi masyarakat. Anggaran perlindungan sosial seperti
bantuan sosial hingga diskon listrik, diharapkan dapat menyelamatkan daya beli masyarakat
terdampak pandemi sehingga tidak menjadi gejolak dan dapat tetap beraktifitas
produktif.
Insentif
perpajakan diharapkan mampu menyelamatkan industri maupun dunia usaha, agar tidak mengurangi lapangan pekerjaan yang pada akhirnya menyelamatkan daya beli
masyarakat. Bila daya beli masyarakat terjaga, tentu demand tumbuh dan industri
maupun aktifitas perdagangan menggeliat. Insentif pada pemberdayaan UMKM dan industri
kecil seperti subsidi bunga KUR, juga diharapkan dapat menghidupkan kembali usaha
kecil yang menyasar masyarakat secara langsung.
Namun demikian
yang terpenting dan menjadi game changer dalam pemulihan ekonomi adalah sektor
kesehatan. Pemerintah harus tetap memberikan perhatian khusus, terutama
pengadaan vaksin dan alat penanganan medis. Fasilitas yang diberikan harus
dapat memperlancar program vaksinasi nasional, sehingga aktifitas masyarakat
maupun ekonomi dapat berjalan seperti sedia kala.
Intinya adalah
belanja APBN tahun ini harus dapat menggerakkan seluruh potensi pendorong
pertumbuhan ekonomi. Ngeri membayangkan bila pembiayaan (utang) yang dilakukan tidak
terkonversi menjadi pertumbuhan, terutama penerimaan. Bila tahun ini tidak
tumbuh, maka akan ada selisih gol antara penambahan utang dan pendapatan
negara. Alhasil akan semakin sulit untuk mencapai target (paling tidak) kembali
ke defisit 3 persen atau keseimbangan primer yang positif, apalagi keluar dari
perangkap middle income trap. Kalau sudah begini mau seperti yang mana,
anak kecil, remaja atau orang dewasa yang berulang tahun?
Wallahu alam