Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca perdagangan (NP) nasional
bulan Februari 2019 yang berhasil menghentikan rentetan hasil negatif. NP
berhasil berada di teritori positif setelah mencatatkan surplus USD 329,5 juta.
Kinerja positif tersebut didorong oleh performa nonmigas yang berada dikondisi
positif. Performa migas sendiri masih mager di zona negatif, sepertinya hanya
keajaiban yang bisa membawanya naik menjadi positif. Pertanyaannya, apakah
kinerja NP sudah membaik? Bagaimana kondisi surplus tersebut terbentuk?
.
Bicara surplus neraca perdagangan, maka tidak lepas dari pandangan
bahwa nilai ekspor yang lebih besar dari nilai impor. Pandangan tersebut tidak
salah, karena memang posisi ekspor di bulan Februari 2019 (USD 12,53 miliar)
lebih besar dari impornya (USD 12,20 miliar). Namun demikian perlu diketahui
bahwa kinerja ekspor tersebut adalah tidak lebih baik dari tahun lalu (yoy).
.
.
Menurut BPS, kinerja ekspor bulan februari 2019 tercatat lebih rendah
bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kondisi tersebut terjadi baik
di ekspor migas maupun nonmigas. Kekhawatirkan ada di kinerja negatif ekspor
nonmigas yang cenderung turun trennya. Karena saat ekspor nonmigas turun,
biasanya disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor manufaktur yang merupakan
kontributor utamanya. Bila sektor manufaktur melambat, maka dampak ke ekonomi bakal
terasa.
.
Performa impor bulan februari 2019 lebih buruk lagi. Penurunan kinerja
impor (13,98 persen) lebih dalam dibandingkan ekspor (11,33 persen). Hal itu
bahkan diindikasikan sebagai salah satu faktor penyebab surplusnya NP bulan
ini, selain karena melempemnya ekspor nasional tentunya.
.
Impor masih didominasi oleh impor bahan baku. Perlambatan kinerja terjadi
disemua kategori barang, terutama impor barang konsumsi. Hal ini disebabkan oleh
prospek kinerja investasi tumbuh moderat, kinerja ekspor melambat, dan moderasi
kinerja sektor manufaktur dan pertambangan mempengaruhi impor bahan baku dan barang
modal. Belum lagi dampak pelemahan kurs, serta kebijakan PMK 110.
.
Impor untuk kebutuhan industri pengolahan (manufaktur) tumbuh negatif,
seolah mengonfirmasi turunnya kinerja ekspor manufaktur. Impor migas mengalami
penurunan terdalam. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh peningkatan harga minyak
dunia sebagai akibat dari kesepakatan pengurangan produksi para juragan minyak
dunia.
.
Bila kembali menengok kinerja NP tahun 2018 lalu, maka pada bulan
Februari juga terjadi peningkatan kinerja. Menurut data Bea Cukai defisit NP
saat itu membaik menjadi negatif USD 0,06 miliar dari bulan-bulan sebelumnya
yang mencapai lebih dari negatif USD 0,75 miliar.
.
Sepanjang tahun 2018, defisit NP disebabkan dalamnya defisit migas (-USD
12,51 miliar) yang tidak diimbangi oleh kinerja nonmigas yang hanya mampu
surplus USD 1,46 miliar. Tahun 2019 kinerja migas tidak berubah banyak, yaitu
masih defisit sejak awal tahun. Sehingga kinerja NP jelas sangat tergantung
pada performa sektor nonmigas.
.
Melihat pola kinerja sektor nonmigas tahun 2018, terjadi peningkatan
performa dari bulan Januari hingga berakhir di bulan Maret. Kemungkinan terjadi
kesamaan pola cukup besar, mengingat tidak ada perubahan struktur ekonomi
secara signifikan. Alhasil, peluang
surplus NP nasional masih ada. Bahkan bila menarik data kinerja ekspor 2 tahun
kebelakang, pada bulan Maret ekspor selalu lebih tinggi dibandingkan 2 bulan
sebelumnya.
.
Akan tetapi bila terjadi hal sebaliknya (defisit NP),
maka negeri ini harus peka bahwa terdapat sinyal ketidakberesan pada
ekonominya. Dimana sektor industri pengolahan, sebagai kontributor utama ekspor
terindikasi mengalami pelemahan. Jangan terlena dengan surplus NP bulan ini yang
tidak menggambarkan perbaikan kondisi NP. Berilah perhatian pada industri dalam
negeri, karena jangan bermimpi untuk naik level menjadi high income country bila manufakturnya tidak diurusi..
wallahu a'lam
#neracaperdagangan
#CAD
#eksporimpor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar