Peran Bea Cukai
Jangan pernah lelah mencintai negeri ini, begitu pesan Menteri
Keuangan pada seluruh jajarannya disuatu kesempatan. Negeri yang indah, negeri
yang sedang giat melakukan pembangunan demi mengejar ketertinggalan, terutama
infrastruktur. Ketertinggalan yang kritis pada tahun 2014, dimana biaya
logistik nasional mencapai 25,7 persen atau yang tertinggi dikawasan Asia
Tenggara menurut Bank Dunia.
.
Alhamdulillah sedikit demi sedikit bangsa ini mulai mengejar
ketertinggalannya, terbukti dengan membaiknya peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index, yang merupakan
penilaian tingkat kompetitif negara-negara di dunia yang diselenggarakan oleh World Economy Forum tiap dua tahun
sekali. Penilaian dilakukan melalui riset atas produktivitas dan kesejahteraan
secara komprehensif. Perbaikan posisi
Indonesia adalah dari peringkat 56 pada tahun 2014-2015 menjadi peringkat 36 di
tahun 2017-2018.
.
Perbaikan peringkat tersebut diraih salah satunya melalui
gencarnya pembangunan, seperti pembangunan infrastruktur, yang tentunya membutuhkan
biaya tidak sedikit. Alhasil, alokasi anggaran pembangunan infrastruktur pun
selalu meningkat setiap tahunnya. Alokasi terkait infrastruktur pada tahun 2015
mencapai Rp290,3 triliun, meningkat dari tahun 2014 yang sebesar Rp177,9
triliun. Peningkatan alokasi terus terjadi di tahun 2016 sebesar Rp317,1 triliun,
kemudian Rp387 triliun di tahun 2017, dan pada tahun 2018 ini sebesar Rp410,4
triliun.
.
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) turut berperan aktif
dalam mendukung program pembangunan tersebut, dengan memaksimalkan fungsi
sebagai Revenue Collector demi
ketersediaan anggaran negara. Selain bertanggung jawab atas penerimaan kepabeanan
dan cukai, DJBC juga mengelola penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI)
lainnya seperti PPN Impor, PPnBM Impor, dan PPh Impor. Total penerimaan yang
dikelola DJBC tersebut memberikan sumbangsih sekitar 23 persen dari total pendapatan negara pada APBN tahun 2018 yang sebesar
Rp1.894,72 triliun. Bahkan bila dilihat dari target penerimaan perpajakan yang
Rp1.618,09 triliun, DJBC berkontribusi hampir mencapai 30 persen.
.
Tantangan Penerimaan
Tahun 2018
.
Pada tahun 2017 lalu, DJBC berhasil melampaui target yang
diamanatkan APBN/P tahun 2017 yang Rp189,1 triliun dengan capaian Rp192,3
triliun atau 101,7 persen. Bahkan DJBC mencatatkan surplus di semua komponen
penerimaannya yaitu bea masuk (BM), bea keluar (BK), dan Cukai. Prestasi yang sama tentu diharapkan pada
tahun 2018 ini, meskipun ada beberapa hal atau kondisi yang berbeda dengan
tahun lalu.
.
Pertama adalah jumlah target yang tentu lebih besar
dibandingkan target tahun lalu, yaitu sebesar Rp194,1 triliun. Target
penerimaan kepabeanan dan cukai memang selalu naik dari tahun ke tahun. Target
penerimaan DJBC pada APBN 2018 sendiri meningkat sebesar 7,6 persen
dibandingkan target pada APBN/P 2017 lalu, padahal peningkatan
target APBN tersebut tidak selalu diikuti oleh faktor pendorong penerimaannya.
.
Penerimaan BM menghadapi tantangan dengan semakin banyaknya
kegiatan importasi yang komoditasnya bertarif nol persen, ditambah semakin banyaknya
utilisasi skema Free Trade Agreement (FTA)
dari tahun ke tahun. Tren tersebut diperkirakan akan terus berlanjut seiring
dengan keterbukaan Indonesia dalam menjalin kerjasama perdagangan internasional.
Kerjasama perdagangan dalam bentuk FTA dimaksudkan untuk mendorong perdagangan
nasional dengan negara mitra, meskipun di sisi lain menjadi downside risk terhadap penerimaan BM.
.
Situasi perdagangan dunia, seperti perang dagang Amerika Serikat
vs Tiongkok, juga menyebabkan kontraksi pada perdagangan global. Dana Moneter
Internasional (IMF) menyatakan bahwa situasi perang dagang yang terus meningkat
akan menghambat pertumbuhan ekonomi global tahun ini dan tahun depan. Bahkan dalam pertemuan di Bali lalu,
IMF memperkirakan perang dagang akan mengakibatkan kerentanan atas tekanan yang
tiba-tiba, terutama bagi negara-negara berkembang.
.
Penerimaan BK terkendala rendahnya harga komoditas primadona
ekspor Indonesia, yaitu Crude Palm Oil (CPO),
di pasar dunia yang sepanjang tahun ini berada di bawah harga patokan ekspor. Situasi
regional dan kondisi cuaca di situs pertambangan dan pengapalan turut
memberikan ketidakpastian atas terjadinya kendala pasokan/produksi (supply disruption).
.
Penerimaan cukai masih menghadapi kendala keterbatasan barang
kena cukai (BKC). Hingga saat ini BKC hanya terdiri dari cukai hasil tembakau
(CHT), minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol (EA). Cukai atas
kemasan plastik menjadi permasalahan tersendiri karena telah dibebankan pada
APBN tahun 2018 sebesar Rp500 miliar, meskipun peraturan yang menjadi dasar dan
tata laksana pemungutannya belum juga selesai.
.
Kedua adalah faktor kebijakan, dimana pada tahun 2018
merupakan dimulainya implementasi PMK nomor 57/PMK.04/2017 yang merelaksasi PMK nomor 20/PMK.04/2015 dalam hal pelunasan CHT. Akibat yang ditimbulkan adalah konsekuensi
terjadi pergeseran penerimaan CHT dari tahun berjalan ke tahun berikutnya. Hal
tersebut menjadi perhatian khusus, mengingat nilai rupiah yang diperkirakan bergeser
menjadi penerimaan tahun 2019 jumlahnya cukup signifikan. Apalagi kontribusi penerimaan
CHT terhadap penerimaan secara keseluruhan sangat besar, yaitu mencapai 75
persen.
.
Kinerja Penerimaan
Tahun 2018
.
Bagaimanapun juga “the show
must go on”. Pimpinan beserta seluruh jajaran DJBC tetap berkomitmen untuk
memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Komitmen tersebut tercermin
pada kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai yang konsisten tumbuh positif sepanjang
tahun 2018.
Upaya pemerintah mengatasi dampak perang dagang, mampu
dimaksimalkan DJBC untuk mendorong penerimaan, melalui percepatan layanan dan
penguatan efektifitas pengawasan.
.
Kontribusi positif juga dihasilkan melalui
perbaikan kebijakan kepabeanan dan cukai, seperti penertiban impor, cukai dan
ekspor berisiko tinggi / PICE-BT. Ditambah lagi dengan kebijakan tarif yang
efektif, aktifitas ekspor-impor yang masih tumbuh, serta peningkatan permintaan
komoditas mineral tambang (minerba), turut berperan positif dalam pertumbuhan
penerimaan.
.
Hasilnya, kinerja positif terjadi di semua komponen
penerimaan kepabeanan dan cukai, yaitu BM, BK, dan cukai. Bahkan penerimaan
PDRI lainnya, yaitu PPN impor, PPnBM impor, dan PPh pasal 22 impor juga
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun
lalu.
.
Penerimaan BM dikontribusikan oleh pertumbuhan devisa impor
yang tinggi sejak awal tahun, dimana mampu tumbuh di kisaran 15 persen.
Kebijakan impor dalam rangka pengamanan pasokan kebutuhan dalam negeri dan
pengendalian harga komoditas tertentu, turut memberikan andil yang positif.
Implementasi kebijakan program penertiban impor berisiko tinggi (PIBT) menjadi
penggerak utama penerimaan extra effort
BM melalui peningkatan taxbase para
importir berisiko tinggi (IBT) yang mencapai 57,59 persen.
.
Kinerja penerimaan BK didorong oleh harga komoditas di pasar
dunia yang mulai membaik dan relatif stabil. Tingginya permintaan dari negara
mitra dagang juga turut berkontribusi atas pertumbuhan penerimaan BK.
Kontributor terbesar penerimaan BK sendiri adalah komoditas minerba, yang mampu
tumbuh lebih dari 100 persen dibanding tahun lalu.
.
Penerimaan cukai didominasi oleh CHT yang berkontribusi hingga
95 persen. Fungsi pengendalian pada cukai, berupa kebijakan pengenaan tarif BKC
terutama tarif CHT, efektif menurunkan produksi batang rokok. Namun demikian di
sisi penerimaan, faktor kenaikan tarif efektif yang melebihi kenaikan tarif
normatif mampu menopang pertumbuhan penerimaan CHT. Efektifitas program
penertiban cukai berisiko tinggi (PCBT) juga berperan mendorong kinerja
penerimaan cukai HT, terutama dalam menekan peredaran rokok ilegal yang semula
12 persen menjadi hanya 7 persen. hal ini menjadikan persaingan di industri
hasil tembakau menjadi lebih sehat.
.
Surplus Penerimaan
tahun 2018
.
Serangkaian kerja keras itu pun berbuah manis, seakan membenarkan
ungkapan “hasil yang tidak akan pernah menyelisihi usaha”. Buah manis itu berupa
capaian penerimaan kepabeanan dan cukai yang diperkirakan kembali menorehkan
tinta emas, yaitu melampaui target yang diamanatkan APBN tahun 2018. Surplus diproyeksikan
sebesar lebih dari Rp10 triliun, dengan capaian total penerimaan lebih dari 105
persen. Surplus diperkirakan juga terjadi kembali pada seluruh komponen
penerimaan yaitu BM (109 persen), cukai (102 persen), dan BK (224 persen).
Alhasil, prestasi gemilang di tahun 2017 lalu sukses diraih kembali pada tahun
2018 ini.
.
Tahun 2018 kini sudah dipenghujung waktu, tahun yang dipenuhi
dengan tantangan dan kerja keras. Namun kerja belum selesai, karena seperti
kata pepatah “mempertahankan itu lebih
sulit daripada mendapatkan, dan menjaganya jauh lebih sulit daripada
mempertahankan”. Semoga semua kerja keras dan jerih payah sepanjang tahun ini
menjadi pengalaman berharga bagi jajaran DJBC, serta bisa membuat Indonesia
menjadi makin baik.
#beacukai
#surpluspenerimaan
#peranbeacukai
#beacukai
#surpluspenerimaan
#peranbeacukai