Rabu, 31 Oktober 2018

Peluang Pengenaan Bea Keluar atas Minyak Bumi


Defeisit Neraca Perdagangan
.
Defisit neraca perdagangan (NP) nasional hingga bulan September 2018 versi Badan Pusat Statistik (BPS) adalah USD 3,8 miliar. Defisit itu disebabkan karena derasnya aktifitas impor yang tidak mampu diimbangi oleh kinerja ekspor. Menurut data Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) pertumbuhan impor hingga bulan September 2018 sebesar 15,01 persen, sedangkan pertumbuhan ekspor hanya mencapai 5,67 persen. Padahal defisit NP jelas membebani neraca transaksi berjalan, yang merupakan salah satu penyebab tidak berdayanya mata uang rupiah atas dolar Amerika Serikat.
.
Pemerintah sebenarnya sudah mengantisipasi kekhawatiran itu, yaitu dengan menyiapkan strategi pengendalian impor bersamaan dengan upaya mendorong ekspor dan investasi. Penyesuaian tarif PPh pasal 22 dan kebijakan penggunaan bio-diesel (B20) sebagai substitusi impor, adalah dua jenis strategi yang telah dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi kinerja impor yang luar biasa ini. Hasilnya hingga akhir bulan Oktober 2018, kedua kebijakan pengendalian impor itu telah mampu mengurangi laju impor nasional.
.
NP per bulan September 2018 mengalami surplus sebesar USD 227 juta menurut BPS, surplus tersebut merupakan yang ketiga sepanjang tahun 2018 ini setelah sebelumnya terjadi pada bulan Maret dan Juni lalu. Apakah surplus itu merupakan dampak kebijakan pengendalian impor pemerintah memang masih belum bisa diambil kesimpulan, meskipun secara month to month (mtm) impor bulan September 2018 tumbuh negatif sebesar -4,48 persen dibanding bulan Agustus 2018.
.
Penyebab defisit
.
Bila diteliti per sektor berdasarkan data DJBC, sepanjang tahun 2018 sektor nonmigas mengalami surplus sebesar USD 3,53 miliar. Namun demikian surplus tersebut tidak dapat menutupi defisit yang terjadi di sektor migas yang mencapai USD 9,45 miliar.
.
Indonesia telah menjadi importir minyak (net importer) sejak tahun 2003 karena tidak mampu memenuhi kuota produksi yang ditetapkan OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Akibatnya Indonesia harus keluar dari keanggotaan pada tahun 2008. Namun demikian, Indonesia hingga saat ini masih tetap mengekspor sebagian hasil lifting minyaknya.
.
Menurut data DJBC hingga bulan September tahun 2018 aktifitas ekspor migas Indonesia adalah USD 12,09 miliar atau 9 persen dari total ekspor. Fakta tersebut memunculkan alternatif strategi baru perbaikan defisit NP, yaitu pengenaan  bea keluar (BK) pada komoditas migas (minyak bumi).
.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada suatu kesempatan menyatakan bahwa kebutuhan BBM nasional adalah 1,5 juta barel per hari (bph), dan akan meningkat hingga 2,2 juta bph pada tahun 2020. Padahal kemampuan produksi dalam negeri (DN) adalah 775 ribu bph, sebagaimana asumsi lifting minyak pada APBN 2019. Akibatnya negara harus melakukan impor atas kekurangan pasokan itu, padahal hasil lifting minyak tidak semuanya untuk kebutuhan DN terbukti masih adanya aktifitas ekspor migas.
.
Impor migas hingga bulan September 2018 telah mencapai USD 21,54 miliar, impor tersebut seharusnya bisa (sedikit) ditutupi oleh migas hasil DN yang diekspor. Apalagi pada pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) nomor 55 tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Ekspor, disebutkan bahwa pengenaan BK terhadap barang ekspor dapat dilakukan salah satunya dengan tujuan menjamin terpenuhinya kebutuhan DN.
.
Bahkan pada pasal 3 Peraturan Menteri ESDM nomor 42 tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan DN, disebutkan bahwa dalam rangka pemenuhan minyak bumi yang berasal dari DN, kontraktor atau afiliasinya wajib menawarkan minyak bumi bagiannya kepada PT Pertamina (Persero) dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi.
.
Namun demikian, ada beberapa hal yang harus dijadikan pertimbangan seperti kapasitas kilang DN, jenis minyak bumi yang dapat diolah di DN, dan spesifikasi minyak bumi mana yang akan dikenakan. Pengenaan BK pada Crude Palm Oil (CPO) dan hasil turunannya mungkin dapat dijadikan contoh, dimana tujuan pengenaannya adalah juga dalam rangka memastikan keamanan pasokan industri DN.
.
Saat ini, Pertamina mempunyai 6 kilang yang berkapasitas produksi hingga 900 ribu bph. Menurut Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito, bahwa kilang yang dimiliki Pertamina bisa mengelola seluruh jenis minyak yang diproduksi DN. Kilang Pertamina mampu mengolah minyak dari Afrika yang kualitasnya lebih rendah, apalagi minyak hasil produksi DN yang berkategori bagus. Alhasil, seharusnya Pertamina mampu mengolah seluruh hasil lifting minyak bumi DN.
.
strategi pengendalian
.
Strategi pengendalian impor sebelumnya sebenarnya cukup berhasil, namun memang dampaknya kurang maksimal. Hal ini dikarenakan terbatasnya volume komoditas impor yang dikendalikan. Kebijakan penyesuaian PPh pasal 22 hanya terhadap 1.147 pos tarif, meskipun menurut data DJBC hingga 26 Oktober 2018 telah berhasil menurunkan rata-rata impor hariannya sebesar -38,94 persen. Sedangkan kebijakan bio-diesel (B20) telah berhasil menurunkan rata-rata harian volume impor solar sebesar -32.44 persen. Akan tetapi hanya mempunyai porsi sekitar 20 persen saja dari volume impor BBM.
.
Upaya pengenaan BK atas minyak bumi mungkin tidak akan mudah, mengingat sifat komoditas tersebut yang sangat strategis dan menyangkut kontrak kerja dengan perusahaan eksplorasi yang rata-rata dari luar negeri. Harus dilakukan kajian lebih rinci tentang mana lebih menguntungkan, apakah untuk keperluan DN atau ternyata lebih menguntungkan diekspor. Akan tetapi demi perbaikan defisit NP opsi pengenaan BK atas ekspor minyak bumi layak menjadi pilihan, mengingat sifat komoditasnya dan volume yang dikendalikan terbilang signifikan.
.
Wallahu a’lam

#beakeluar
#defisit
#neracaperdagangan
#pengendalianimpor



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stop Import, The Dream That (never) Comes True

President Joko Widodo ordered to echo hatred for foreign products when he opened the 2021 Ministry of Trade meeting. Mr. President also want...