Belajar dari Vietnam
oleh: gatotpriyoharto
Vietnam, kira-kira apa yang ada
dibenak anda bila mendengan negara Vietnam? Mungkin perang Vietnam dengan tokoh
Rambonya, atau sebagian besar kita malahan mengiranya sebagai negara dengan ekonomi
tertinggal. Anda mungkin benar tentang perang Vietnam, namun bila anda mengira
Vietnam adalah negara kecil dengan ekonomi rendah, maka anda salah besar.
.
Vietnam adalah negara ketiga
terbesar dalam hal potensi pasar di antara negara-negara kawasan ASEAN setelah
Indonesia dan Filipina. Pertumbuhan ekonominya yang selalu di level 6% dalam 3
tahun terakhir yaitu 6,68% (2015), 6,21% (2016) dan 6,81% (2017) dibanding
Indonesia yang masih dikisaran 5%. Bonus demografi yang dipunyai Vietnam yang
mempunyai usia median 30,9 tahun juga memberi sinyal tenaga kerja yang cukup
banyak di negara tersebut. Bahkan lawan tangguh sepakbola Indonesia ini
digadang-gadang menjadi the next China karena
pertumbuhan ekonominya yang meroket beberapa tahun belakangan.
.
Negara
|
Pertumbuhan Ekonomi
|
||
2015
|
2016
|
2017
|
|
Indonesia
|
4,8
|
5,0
|
5,1
|
Vietnam
|
6,68
|
6,21
|
6,81
|
.
Indonesia sebenarnya memiliki hampir semua hal yang membuat Vietnam berkembang pesat, seperti tenaga kerja yang (lumayan) murah yaitu $165.3 (Vietnam) sedang di Indonesia, khususnya Jawa Barat dimana terdapat 40 dari 70 kawasan industri di Indonesia, upah minimumnya adalah $115 per bulan. Bicara demografi, Indonesia memiliki usia median yang lebih muda dari Vietnam yaitu 28,3 tahun versi worldometer. Bicara fasilitasi industri yang disediakan juga Indonesia tak kalah jor-joran.
Indonesia sebenarnya memiliki hampir semua hal yang membuat Vietnam berkembang pesat, seperti tenaga kerja yang (lumayan) murah yaitu $165.3 (Vietnam) sedang di Indonesia, khususnya Jawa Barat dimana terdapat 40 dari 70 kawasan industri di Indonesia, upah minimumnya adalah $115 per bulan. Bicara demografi, Indonesia memiliki usia median yang lebih muda dari Vietnam yaitu 28,3 tahun versi worldometer. Bicara fasilitasi industri yang disediakan juga Indonesia tak kalah jor-joran.
.
Bila Vietnam memberikan
keringanan pajak dan pengecualian bea masuk atas barang-barang raw material, Indonesia menyediakan
fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), Kawasan Berikat (KB), Pusat
Logistik Berikat (PLB) dan masih banyak lagi. Lalu apa yang menjadi faktor
pembeda hingga Presiden begitu kesal mengetahui kinerja ekspor Indonesia
tertinggal oleh Vietnam.
.
Sejak diberlakukannya gerakan Doi Moi atau (renovation) pada tahun
1986, maka Vietnam telah merubah sistem ekonominya yang semula tersentralisasi
menjadi market oriented. Foreign Direct Investment (FDI) yang terus meningkat menjadi salah satu
penggerak pertumbuhan ekonomi Vietnam. Bila dalam sepuluh tahun terakhir
Indonesia kalah dalam growth FDI saja,
maka pada tahun 2016 net inflows FDI
Vietnam sudah (berhasil) menyalip Indonesia.
.
Gambaran mudahnya investasi di
Vietnam disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Vietnam, dimana proses perizinan
tidak seperti di Indonesia yang harus melalui (terpusat) BKPM, melainkan dapat
langsung dilayani di lokasi (kawasan industri). Bahkan Vietnam juga bisa
menyediakan tanah dengan murah dan bahkan gratis untuk industri strategis.
.
Sesuai dengan survey World Bank atas kemudahan berusaha,
Indonesia dengan peringkat 72 total membutuhkan 30 hari kerja untuk memulai
usaha yang terdiri dari 11 prosedur. Sedang Vietnam di peringkat 68 membutuhkan
30 hari kerja yang sama namun hanya terdiri dari 9 prosedur.
.
Pentingnya infrastruktur dan
kelancaran logistik disadari oleh Vietnam demi menjaga daya tarik investasi. Hal
ini terbukti dari skor Logistic
Performance Index (LPI) yang dipunyai Vietnam mampu menyaingi Indonesia
yang notabene sudah lebih dulu terjun dalam kancah perdagangan internasional. Meskipun
masih unggul dalam beberapa kategori seperti customs clearance, kompetensi logistik (customs broker dan transport
operator) dan timeliness of shipments
in reaching destination. Namun Vietnam lebih baik dalam kategori
infrastruktur, international shipment dan
ability to track and trace consignments,
sehingga menempatkan Vietnam di peringkat 48 dengan skor 3,15 dibanding
Indonesia pada posisi 53 dengan nilai 3,08 pada tahun 2014 versi World Bank.
.
Free Trade Agreement (FTA) juga berperan penting dalam kebangkitan
ekonomi Vietnam. Perlu diketahui bahwa Vietnam telah melakukan perjanjian
kesepakatan perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pacific (Trans-Pacific Partnership/ TPP) sejak tahun 2015. Bermodal perjanjian
itu maka Vietnam bisa leluasa menembus pasar Amerika Serikat dan 10 negara
lainnya. Hasil perjanjian tersebut sudah berdampak pada destinasi ekspor
Vietnam yang 21% nya adalah ke Amerika Serikat dengan nilai $38.1B, bandingkan
dengan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat yang hanya $16.2B pada tahun
2016 versi OEC.
.
Vietnam tampak agresif dalam
mencari partner dagangnya, serta lihai dalam memaksimalkan potensi pasar
terkini didunia. Perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang terindikasi menjadi
negara tujuan ekspor pertama di dunia, berhasil dimanfaatkan Vietnam untuk ikut
mengirimkan ekspornya ke sana. Terbukti dari destinasi ekspor Vietnam yang
menempatkan Amerika Serikat di peringkat pertama (21%), sedang Indonesia hanya
di posisi kedua setelah Tiongkok (11%).
.
Tidak puas dengan Amerika
Serikat, Vietnam melebarkan sayap perdagangannya denganuni eropa dalam bentuk Vietnam-European Union Free Trade Agreement
(VEUFTA). Keputusan yang jeli mengingat ada 5 negara eropa yang berada di Top 10 negara-negara tujuan ekspor
dunia, sedang Indonesia masih berhenti pada perundingan ASEAN-EU pada tahun
2007.
.
Meski demikian, Indonesia
sebenarnya juga tidak menutup diri atas perjanjian perdagangan bebas tersebut,
terbukti pada tahun 2017 utilisasi FTA pada kegiatan impor mencapai 28%. Diharapkan
pada tahun 2018 akan ada perundingan 11 FTA baru disusul 11 FTA baru lagi di
tahun 2019.
FTA mungkin menjadi momok bagi industri
dalam negeri terutama IKM, namun siap atau tidak siap sistem ekonomi Indonesia yang
terbuka harus bisa bertahan dari gempuran perdagangan antar negara. Bagaimana
Indonesia dapat mengambil kesempatan dalam FTA tersebut demi memajukan industri
dalam negeri meskipun (memang) ada sisi negatifnya. Jangan sampai niatan untuk
melindungi industri dalam negeri membuat industri domestik tidak tahan banting
dan dikucilkan dalam kompetisi perdagangan dunia.
.
Faktor lain yang menjadi pembeda
Vietnam atas Indonesia, yaitu faktor diversifikasi ekonomi yang berupa produk
andalan ekspor dan negara tujuan ekspor. Menurut The Observatory of Economic
Complexity (OEC), komoditas ekspor Vietnam banyak terdiri atas barang
manufaktur seperti broadcasting equipment
($30.3B), integrated circuits
($10.8B), computers ($7.29B), leather footwear ($6.27B) dan textile footwear ($6.01B). Bandingkan
dengan andalan ekspor Indonesia yang melulu barang komoditas alam yang berupa
minyak sawit ($14.4B), batu bara ($11.9B), minyak dan gas ($6.22B), minyak
mentah ($4.93B) and batuan berharga ($3.97B).
.
Komposisi barang ekspor tersebut
juga lah yang menjadikan keuntungan tersendiri bagi Vietnam atas perubahan
struktur ekonomi yang terjadi pada Tiongkok. Karena menurut Asian Development Bank (ADB) saat ini Tiongkok
mulai menggeser hasil produksinya yang semula industri berbasis manufaktur
menjadi industri dengan produk akhir bernilai tinggi. Perubahan struktur
ekonomi Tiongkok bagai durian runtuh bagi perekonomian Vietnam namun tidak
demikian bagi Indonesia.
.
Ekspor Indonesia yang minim
barang manufaktur membuat Tiongkok tidak berpaling meskipun Tiongkok sama-sama
salah satu negara tujuan ekspor utama bagi Indonesia (12%) dan Vietnam (10%).
Tapi barang ekspor Vietnam yang dominasi hasil industri, menjadikannya sebagai
pilihan yang pas bagi para pebisnis Tiongkok. Pada era penurunan harga
komoditas seperti sekarang ini juga tidak terlalu memberikan efek terhadap
ekspor Vietnam bahkan kinerja ekspor terhadap PDB-nya mampu berkontribusi sekitar
90%. Tidak demikian dengan Indonesia, yang ekspornya terpukul sebagai akibat
pelemahan harga komoditas tersebut dan hanya mampu berkontribusi ke PDB hanya
sekitar 20% saja.
.
Pelajaran yang dapat diambil dari
Vietnam adalah bagaimana totalitas orientasi mereka terhadap ekspor. Industri dalam
negeri didukung habis dengan kemudahan pasokan bahan baku dan fasilitas bagi
investor asing sehingga tidak terlalu mengandalkan komoditas primer. Pemasaran
hasil industrinya pun juga mereka benahi dengan menjalin kerjasama perdagangan
bebas dengan banyak negara yang membuat barang ekspor menjadi lebih kompetitif
(murah). Terakhir adalah penyiapan logistik dan infrastruktur yang mumpuni guna
menunjang kegiatan industri. Karena sebagus apapun konsep dan promosi atas
kemudahan dan keunggulan investasi tanpa dibarengi logistik dan infrastruktur
yang mumpuni adalah bagaikan memberikan sisir emas kepada Pierluigi Collina
(wasit kontroversial asal Itali).
.